About Me

Menuang Rasa , Merajut Asa
>Abid Nurhuda

Problematika Guru di Indonesia




Makalah Problematika Guru di Indonesia
Problem Guru




I. PENDAHULUAN
Sebagai usaha untuk mencapai tujuan Pendidikan Nasional yang telah diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Tahnu 1945 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan potensi manusia seutuhnya, maka sangat dibutuhkan peran pendidik yang profesional. Sesuai dengan Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan  Nasional, jabatan guru sebagai pendidik merupakan jabatan profesional. Oleh sebab itu, guru dituntut agar terus mengembangkan kapasitas dirinya sesuai dengan  perkembangan jaman, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta kebutuhan masyarakat termasuk kebutuhan sumber daya manusia yang berkualitas dan memiliki kapabilitas untuk mampu bersaing baik di forum regional, nasional maupun internasional.  
Namun pada kenyataannya, masih banyak ditemui menjadi guru seperti pilihan  profesi terakhir. Kurang dapat dipercaya, jika sudah tidak ada lagi pekerjaan maka  profesi guru menjadi pilihan. Bahkan guru ada yang dipilih secara asal yang penting ada yang mengajar. Padahal guru adalah operator sebuah kurikulum pendidikan, ujung tombak pemberantas kebodohan, bahkan guru adalah mata rantai dari pilar  peradaban dan benang merah bagi perubahan dan kemajuan suatu masyarakat  bangsa.
Melihat dari latar belakang tersebut maka dalam makalah ini akan memaparkan tentang pengertian problematika guru, macam-macam problematika, guru dan tantangan globalisasi, problematika umum, dan solusi dari problematika guru.

II. PEMBAHASAN
A.    Pengertian Problematika Guru
Istilah problema/problematika berasal dari bahasa Inggris yaitu "problematic" yang artinya persoalan atau masalah. Sedangkan dalam bahasa Indonesia, problema berarti hal yang belum dapat dipecahkan, yang menimbulkan masalah, permasalahan, situasi yang dapat didefinisi sebagai suatu kesulitan yang perlu dipecahkan, diatasi atau disesuaikan[1]. Jadi, problem adalah berbagai persoalan-persoalan sulit yang dihadapi dalam proses pembelajaran, baik yang datang dari individu guru (faktor eksternal) maupun dalam proses pembelajaran yang berlangsung di sekolah (faktor intern). Dalam pengertian yang sederhana, guru adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik. Jadi problematika guru adalah persoalan-persoalan sulit yang dihadapi dalam proses pembelajaran oleh guru yang bertugas untuk mendidik dan mengajar anak didik hingga memperoleh kedewasaan baik jasmani maupun rohani dalam pendidikan.
B.     Macam-Macam Problematika
Secara umum problem yang dialami oleh para guru dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu problem yang berasal dari dalam diri guru disebut problem internal, sedangkan yang berasal dari luar disebut problem eksternal.
1.    Faktor Internal
Problem internal yang dialami oleh guru pada umumnya berkisar pada kompetensi  professional yang dimilikinya, baik bidang kognitif seperti penguasaan bahan/materi,  bidang sikap seperti mencintai profesinya (kompetensi kepribadian) dan bidang  perilaku seperti keterampilan mengajar, menilai hasil belajar siswa (kompetensi  pedagogik) dan lain-lain. Berikut ini problem internal seorang guru[2]:
a.       Menguasai bahan/materi
Menguasai materi harus dimulai dengan merancang dan menyiapkan bahan ajar /materi pelajaran yang merupakan faktor penting dalam pelaksanaan kegiatan  pembelajaran dari guru kepada anak didiknya. Agar proses pembelajaran dapat  berlangsung dengan baik, rancangan dan penyiapan bahan ajar harus cermat, baik dan sistematis. Rancangan atau persiapan bahan ajar/materi pelajaran berfungsi sebagai pemberi arah pelaksanaan pembelajaran, sehingga proses belajar mengajar dapat terarah dan efektif. Namun hendaknya dalam merancang dan menyiapkan  bahan ajar disertai pula dengan gagasan/ide dan perilaku guru yang kreatif, dengan memperhatikan segenap hal yang terkandung dalam makna belajar peserta didik.
b.      Mencintai profesi keguruan
Bertolak dari kompetensi guru yang harus dimiliki oleh guru dan adanya keinginan kuat untuk menjadi seorang guru yang baik, persoalan profesi guru di sekolah terus menarik untuk dibicarakan, didiskusikan, dan menuntut untuk dipecahkan, karena masih banyak guru yang punya anggapan bahwa mengajar hanyalah pekerjaan sambilan, padahal guru merupakan faktor dominan dalam  pendidikan formal pada umumnya, karena bagi siswa, guru sering dijadikan teladan dan tokoh panutan. Untuk itu guru sebaiknya memiliki perilaku dan kemampuan yang memadai dalam mengembangkan peserta didik secara utuh. Peran guru adalah  perilaku yang diharapkan karena status yang disandangnya. Status yang tinggi membuat seorang guru mengharuskan tampilnya perilaku yang terhormat dari penyandangnya. Dewasa ini masyarakat tetap mengharapkan perilaku yang paling baik dan terhormat dari seorang guru.
c.       Keterampilan mengajar
Guru harus memiliki beberapa komponen keterampilan mengajar agar proses  pembelajaran dapat tercapai, di antaranya yaitu 10 kompetensi guru yang merupakan profil kemampuan dasar bagi seorang guru. Adapun 10 kompetensi guru tersebut menurut Depdikbud, meliputi: 1) Menguasai bahan, 2) Mengelola program  belajar mengajar, 3) Mengelola kelas, 4) Penggunaan media atau sumber, 5) Mengelola interaksi belajar mengajar, 6) Menilai prestasi siswa untuk kepentingan  pengajaran, 7) Mengenal fungsi layanan bimbingan dan penyuluhan (BP), 8) Mengenal menyelenggarakan administrasi sekolah, 9) Memahami prinsip- prinsip, 10) Menafsirkan hasil penelitian pendidikan guru untuk keperluan pengajaran.
d.      Menilai hasil belajar siswa
Evaluasi diadakan bukan untuk hanya ingin mengetahui tingkat kemajuan yang telah dicapai siswa saja, melainkan ingin mengetahui sejauh mana tingkat  pengetahuan siswa atau peserta didik yang telah dicapai. Evaluasi adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan data tentang sejauh mana kerberhasilan anak didik dalam belajar dan keberhasilan guru dalam mengajar. Pelaksanaan evaluasi dilakukan oleh guru dengan memakai instrumen penggali data seperti tes perbuatan, tes tertulis dan tes lisan.





2.    Faktor Eksternal
Problem eksternal yaitu problem yang berasal dari luar diri guru itu sendiri. Kualitas pengajaran juga ditentukan oleh karakteristik kelas dan karakteristik sekolah[3].
a.       Karakteristik kelas seperti besarnya kelas, suasana belajar, fasilitas dan sumber  belajar yang tersedia.
b.      Karakteristik sekolah yang dimaksud, misalnya disiplin sekolah, contoh seperti  perpustakaan yang ada di sekolah yang memberikan perasaan nyaman, bersih, rapi dan teratur. Dalam konteks pertimbangan faktor eksternal, terutama yang menyangkut lingkungan kerja, secara rinci, bahwa ada beberapa hal yang mempengaruhi semangat kerja, yaitu:
1)      Volume upah kerja yang dapat memenuhi kebutuhan. 
2)      Suasana kerja yang menggairahkan atau iklim.
3)      Pemahaman sikap dan pengertian di kalangan pekerja.
4)      Sikap jujur dan dapat di percaya dari kalangan pemimpin terwujud dalam kenyataan.
5)      Penghargaan terhadap hasrat dan kebutuhan yang berprestasi.
6)      Sarana yang menunjang bagi kesejahteraan mental dan fisik, seperti tempat olah raga, masjid dan rekreasi.

C.    Guru dan Tantangan Globalisasi
Ada beberapa tantangan yang dihadapi seorang guru:
1.      Manajemen kelas dan kekerasan dalam sekolah yang meningkat.
2.      Problem sosial yang berdampak kepada murid.
3.      Kurangnya dukungan keluarga dan masyarakat.
4.      Jam kerja yang panjang dan stress kerja.
5.      Mendapatkan pemberdayaan professional[4].
Tugas dan peran guru dari hari ke hari semakin berat, seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Guru sebagai komponen utama dalam dunia pendidikan dituntut untuk mampu mengimbangi bahkan melampaui perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang dalam masyarakat. Melalui sentuhan guru di dekolah diharapkan mampu menghasilkan peserta didik  yang memiliki kompetensi tinggi dan siap menghadapi tantangan  hidup dengan penuh keyakinan dan percaya diri yang tinggi.  Sekarang dan ke depan, sekolah (pendidikan) harus menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas, baik secara keilmuan (akademis) maupun secara sikap mental. Oleh karena itu, dibutuhkan sekolah yang unggul yang memiliki ciri-ciri:
1.      Kepala sekolah yang dinamis dan komunikatif dengan  kemerdekaan memimpin menuju visi keunggulan masa pendidikan.
2.      Memilki visi, misi, dan strategi untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan dengan jelas.
3.      Guru-guru yang kompeten dan berjiwa kader yang senantiasa bergairah dalam melaksanakan tugas profesionalnya secara inovatif.
4.      Siswa-siswa yang sibuk, bergairah, dan bekerja keras dalam mewujudkan perilaku pembelajaran.
5.      Masyarakat dan orang tua yang berperan serta dalam menunjang pendidikan.
Beberapa tantangan globalisasi yang harus disikapi guru dengan  mengedepankan profesionalisme adalah sebagai berikut[5]:
1.      Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu cepat dan mendasar.
Dengan kondisi ini guru harus bisa menyesuaikan diri dengan responsif, arif, dan bijaksana. Responsif artinya guru harus bisa menguasai dengan baik produk iptek, terutama yang berkaitan dengan dunia pendidikan, seperti pembelajaran dengan menggunakan multimedia. Tanpa penguasaan iptek yang baik, maka guru akan tertinggal dan menjadi korban iptek serta menjadi guru yang “isoku iki”.
2.      Krisis moral yang melanda bangsa negara Indonesia.
Akibat pengaruh iptek dan globalisasi telah terjadi pergesaran nilai-nilai yang ada dalam kehidupan masyarakat. Nilai-nilai tradisional yang sangat menjunjung tinggi moralitas kini sudah bergeser seiring dengan pengaruh iptek dan globalisasi. Pengaruh media cetak maupun elektronik yang menjurus pada hal-hal pornografi telah menjadikan remaja tergoda dengan kehidupan yang menjurus  pergaulan bebas dan materealisme. Mereka sebenarnya hanya menjadi korban dari globalisasi yang selalu menuntut kepraktisan, kesenangan belaka (hedonisme) dan budaya instant. Salah satu survei yang dilakukan sebuah lembaga di Yogyakarta menunjukan angka mengkhawatirkan, yaitu sekitar 10% siswa tingkat SMP di kota itu pernah berhubungan badan. Tentu saja hasil survei tersebut mengejutkan kita semua, mengingat rata-rata usia siswa SMP 12-15 tahun, suatu usia yang masih belum waktunya untuk melakukan suatu hubungan seperti layaknya suami istri. Disamping itu, kita mengenal bahwa Yogyakarta merupakan kota pelajar. Fenomena tersebut menunjukkan bahwa arus globalisasi, terutama yang bersifat negatif, bila tidak hati-hati akan menghancurkan generasi muda dengan perilaku-perilaku menyimpang.
3.      Krisis sosial, seperti kriminalitas, kekerasan, pengangguran, dan kemiskinan yang terjadi dalam masyarakat.
Akibat perkembangan industri dan kapitalisme maka muncul masalah-masalah sosial yang ada dalam masyarakat. Tidak semua lapisan masyarakat bisa mengikuti dan menikmati dunia industri dan kapitalisme. Mereka yang lemah secar pendidikan, akses, dan ekonomi akan menjadi korban ganasnya industrialisasi dan kapitalisme. Ini merupakan tantangan guru untuk merespons realitas ini, terutama dalam dunia pendidikan. Sekolah sebagai lembaga pendidkan yang formal dan sudah mendapat kepercayaan dari masyarakat harus mampu menghasilkan peserta didik  yang siap hidup dalam kondisi dan situasi bagaimanapun.
4.      Krisis identitas sebagai bangsa dan negara Indonesia.
Sebagai bangsa dan negara di tengah bangsa-bangsa di dunia membutuhkan identitas kebangsaan ( nasionalisme ) yang tinggi dari warga negara Indonesia. Semangat nasionalisme dibutuhkan untuk tetep eksisnya  bangsa dan negara Indonesia. Nasionalisme yang tinggi dari warga negara akan mendorong jiwa berkorban untuk bangsa dan negara sehingga akan berbuat yang terbaik untuk bangsa dan negara. Dewasa ini ada kecenderungan menipisnya jiwa nasionalisme di kalangan generasi muda. Hal ini dapat dilihat dari beberapa indikator, seperti kurang  apresiasinya generasi muda pada kebudayaan asli bangsa Indonesia, pola dan gaya hidup remaja yang lebih ke barat-baratan, dan beberapa indikator lainnya. Melihat realitas diatas guru sebagai penjaga nilai-nilai nasionalisme harus mampu memberikan  kesadaran kepada generasi muda akan pentingnya jiwa nasionalisme dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
5.      Adanya perdagangan bebas, baik tingkat ASEAN, Asia Pasifik, maupun Dunia.
Kondisi di atas membutuhkan kesiapan yang matang terutama dari segi kualitas  sumber daya manusia. Dibutuhkan SDM yang andal dan unggul yang bersaing dengan bangsa-bangsa lain di Dunia. dunia pendidikan mempunyai peranan yang penting dan strategis dalam menciptakan SDM  yang di gambarkan seperti diatas. Oleh karena itu di butuhkan  guru yang visioner, kompeten, dan berdedikasi tinggi sehingga mampu membekali peserta didik dengan sejumlah  kompetens yang diperlukan  dalam kehidupan di tengah-tengah masyarakat yang sedang dan terus berubah.

D.    Problematika Umum
Ada beragam problem yang dihadapi oleh guru, yang secara umum dapat diuraikan sebagai berikut[6]:
1.      Rendahnya penguasaan IPTEK
Memasuki era persaingan global sekarang ini, penguasaan IPTEK menyebabkan rendahnya kualitas nilai SDM. Hal ini merupakan ancaman sekaligus tantangan yang nyata bagi guru khususnya dan bangsa Indonesia pada umumnya dalam menjaga eksistensi guru dimasa depan.
2.      Rendahnya kesejahteraan guru
Hal lain yang juga merupakan problem yang harus dihadapi oleh guru adalah rendahnya gaji guru sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan pokoknya secara memadai. Seringkali orientasi kerja guru dituntut hanya semata-mata mengabdikan dirinya untuk kepentingan profesi dan mengabaikan kebutuhan dasar tersebut. Akibatnya kesejahteraan guru rendah dan timbulah keinginan memperbaiki kesejahteraan itu. Dalam keadaan seperti ini, tenaga dan pikiran guru akan lebih tersita untuk memenuhi kebutuhannya dari pada tuntutan profesinya.
3.      Kurangnya minat guru dalam meningkatkan kualitas keilmuannya dengan melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Dalam hal ini seharusnya semua pihak memberi kelonggaran dan dukungan sepenuhnya supaya guru mendapatkan kesempatan seluas-luasnya.
4.      Rendahnya minat baca. Dengan cara menyadari tentang pentingnya pengembangan wawasan keilmuan dan pengetahuan serta kemajuan dalam dunia pendidikan sehingga guru bisa memiliki tingkat intelektual yang matang.
5.      Guru seharusnya menyadari bahwa tugasnya yang utama adalah mengajar dalam pengertian menata lingkungan agar terjadi kegiatan belajar pada peserta didik.
Berbagai kasus menunjukkan bahwa diantara para guru banyak yang merasa dirinya sudah dapat mengajar dengan baik, meskipun tidak dapat menunjukkan alasan yang mendasari asumsi itu. Asumsi keliru tersebut seringkali menyesatkan dan menurunkan kreatifitas sehingga banyak guru yang suka mengambil jalan pintas dalam pembelajaran baik dalam perencanaan pelaksanaan maupun dalam evaluasi pembelajaran.
6.      Aspek psikologi menunjukkan pada kenyataan bahwa peserta didik yang belajar pada umumnya memiliki taraf perkembangan yang berbeda satu dengan lainnya sehingga menuntut materi yang berbeda pula.
7.      Tidak semua guru memiliki kemampuan untuk memahami peserta didik dengan berbagai keunikannya agar mampu membantu mereka dalam menghadapi kesulitan belajar. Dalam hal ini, guru dituntut memahami berbagai model pembelajaran yang efektif agar dapat  membimbing peserta didik secara optimal.
8.      Dalam kaitannya dengan perencanaan, guru dituntut untuk membuat persiapan mengajar yang efektif dan efisien. Namun dalam kenyataannya dalam berbagai alasan, banyak guru mengambil jalan pintas dengan tidak membuat persiapan ketika melakukan pembelajaran, sehingga guru mengajar tanpa persiapan.
9.      Sering terjadi persiapan pembelajaran (Mall Educative). Banyak guru yang memberikan hukuman kepada peserta didik tidak sesuai dengan jenis kesalahan. Dalam pada itu seringkali guru memberikan tugas yang  harus dikerjakan peserta didik diluar kelas (pekerjaan rumah) namun jarang sekali guru yang mengoreksi pekerjaan siswa dan mengabaikannya tanpa memberi komentar, kritik, dan saran untuk kemajuan peserta didik. Seharusnya guru menerapkan kedisiplinan secara tepat waktu dan tepat sasaran.
10.  Guru sering mengabaikan perbedaan individu peserta didik. Sebagaimana diketahui bahwa peserta didik memiliki perbedaan individual yang  sangat mendasar yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran. Peserta didik memiliki emosi yang sangat variatif dan sering memperlihatkan sejumlah perilaku tampak aneh. Setiap peserta didik memiliki perbedaan yang  unik, memiliki kekuatan, kelemahan, minat, dan perhatian yang berbeda-beda. Latar belakang keluarga, latar belakang sosial ekonomi dan lingkungan, membuat peserta didik berbeda dalam aktivitas, inteligensi, dan daya kompetensinya
Dalam hal ini tidak sesuai dengan apa yang harus menjadi hak dan kewajiban seorang guru, bahwa hak seorang guru adalah[7]:
1.      Memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial.
2.      Mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja.
3.      Memperoleh perlindungan dalam melaksanaan tugas dan hak atas kekayaan intelektual.
4.      Memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi.
5.      Memperoleh dan memanfaatjkan sarana dan prasarana pembelajaran untuk menunjang kelancaran tugas keprofesionalan.
6.      Memiliki kebebasan dalam penilaian dan ikut menentukan kelulusan, penghargaan dan/sanksi kepada peserta didik sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik guru, dan peraturan perundang-undangan.
7.      Memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas.
8.      Memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi.
9.      Memiliki kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan.
10.  Memperoleh kesempatan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualifikasi akademik dan kompetensi; dan/atau
11.  Memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi dalam bidangnya.

E.     Solusi dari Problematika Guru
Solusi yang harus dilakukan lembaga untuk mengatasi problematika guru sebagaimana dikemukakan di atas adalah[8]: 
Pertama, meluruskan paradigma guru dan menata ulang berbagai aspek pendidikan yang selama ini dilakukan. Aspek-aspek pendidikan seperti dasar pendidikan, tujuan, kurikulum, metode dan pendekatan yang digunakan, sarana dan prasarana yang tersedia, lingkungan, evaluasi dan sebagainya perlu ditinjau ulang. Mengingat gurulah yang berada paling depan dalam kegiatan pendidikan, maka guru harus memiliki kesadaran dan tanggung jawab akan tugas dan profesi yang diembannya.  
Kedua, dalam diri guru harus ditanamkan sikap tanggung jawab yang tinggi terhadap tugas yang diembannya dan guru harus memiliki sikap-sikap sebagai manusia yang berfikir rasional (multi dimentional), bersikap dinamis, kreatif, inovatif, beroientasi pada produktivitas, profesional, berwawasan luas, berpikir jauh ke depan, menghargai waktu dan selalu berusaha untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam pemanfaatan media pembelajaran yang berbasis teknologi dan informasi (TI). 
Ketiga, dalam rangka penyiapan profesionalisme guru yang mampu mengangkat kompetensi guru diperlukan kerja sama dari berbagai pihak, utamanya pemimpin lembaga pendidikan sebagai pembuat kebijakan di sekolah. Dalam hal ini, pemimpin lembaga pendidikan hendaknya memiliki pandangan ke depan (visioner) terhadap lembaga pendidikan yang dipimpinnya, sehingga ia akan termotivasi untuk selalu meningkatkan kinerja stafnya (termasuk guru) menuju kepada profesionalitas yang tinggi dalam rangka menyiapkan mutu lulusannya. 
Keempat,  di samping itu untuk meningkatkan profesionalisme guru, pemimpin hendaknya memiliki strategi yang efektif dan efisien dalam mewujudkan guru yang profesional tersebut, sehingga visi, misi dan target pendidikan yang berlangsung dalam lembaga yang dipimpinnya dapat tercapai, apakah dengan memberikan reward berupa peluang guru untuk studi belajar ke jenjang yang lebih tinggi, supervisi secara berkala, membuka kesempatan untuk mengikuti kegiatan pendidikan dan latihan (diklat), penataran-penataran/MGMP, pelatihan tentang jurnalistik untuk memberi wawasan kepada guru untuk bisa menulis karya ilmiah dan dalam jangka panjang akan mengadakan studi banding untuk membangun keterampilan guru dalam KBM.

III. PENUTUP
Kesimpulan
Problematika guru adalah persoalan-persoalan sulit yang dihadapi dalam proses pembelajaran oleh guru yang bertugas untuk mendidik dan mengajar anak didik hingga memperoleh kedewasaan baik jasmani maupun rohani dalam pendidikan.
Problem yang dialami oleh para guru dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu problem internal dan problem eksternal. Problem internal yang dialami oleh guru berkisar pada bidang kognitif seperti penguasaan bahan/materi,  bidang sikap seperti mencintai profesinya, bidang  perilaku seperti keterampilan mengajar, dan bidang pedagogik seperti menilai hasil belajar siswa. Sedangkan problem eksternal berkisar pada kualitas pengajaran juga ditentukan oleh karakteristik kelas dan karakteristik sekolah.
Tantangan globalisasi yang harus disikapi guru dengan  mengedepankan profesionalisme adalah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu cepat dan mendasar, krisis moral yang melanda bangsa negara Indonesia, krisis sosial, seperti kriminalitas, kekerasan, pengangguran, dan kemiskinan yang terjadi dalam masyarakat, krisis identitas sebagai bangsa dan negara Indonesia, dan adanya perdagangan bebas, baik tingkat ASEAN, Asia Pasifik, maupun Dunia.
Ada beragam problem yang dihadapi oleh guru, yang secara umum dapat diuraikan antara lain rendahnya penguasaan IPTEK, rendahnya kesejahteraan guru, kurangnya minat guru dalam meningkatkan kualitas keilmuannya, rendahnya minat baca, guru seharusnya menyadari bahwa tugasnya yang utama adalah mengajar dalam pengertian menata lingkungan agar terjadi kegiatan belajar pada peserta didik, pada kenyataan bahwa peserta didik yang belajar pada umumnya memiliki taraf perkembangan yang berbeda satu dengan lainnya sehingga menuntut materi yang berbeda pula, tidak semua guru memiliki kemampuan untuk memahami peserta didik dengan berbagai keunikannya, guru dituntut untuk membuat persiapan mengajar yang efektif dan efisien, sering terjadi persiapan pembelajaran (Mall Educative), dan guru sering mengabaikan perbedaan individu peserta didik.
Solusi yang harus dilakukan lembaga untuk mengatasi problematika guru yaitu meluruskan paradigma guru dan menata ulang berbagai aspek pendidikan yang selama ini dilakukan, dalam diri guru harus ditanamkan sikap tanggung jawab yang tinggi terhadap tugas yang diembannya, dalam rangka penyiapan profesionalisme guru yang mampu mengangkat kompetensi guru diperlukan kerja sama dari berbagai pihak, utamanya pemimpin lembaga pendidikan, dan untuk meningkatkan profesionalisme guru, pemimpin hendaknya memiliki strategi yang efektif dan efisien dalam mewujudkan guru yang profesional tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
Rajasa, Sutan. 2002. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya: Karya Utama.  
Wibowo, Catur Hari. 2014. Problematika Profesi Guru dan Solusinya Bagi peningkatan Kualitas Pendidikan di Mts Negeri Nguntorinadi Kabupaten Wonogiri. IAIN Surakarta. Diakses  pada Selasa, 04 Februari 2020. (eprints.iain-surakarta.ac.id/17/1/2015TS0007.pdf)
Forrest W. Parkay dan Beverly Hardcastle Stanford. 2008. Menjadi Seorang Guru. Jakarta : PT Indeks.
Kunandar. 2011. Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Baharuddin. 1995. Profesi Keguruan. Malang: IKIP.
Undang-undang Republik Indonesia No 14, Tahun 2005 Diakses dari (http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_guru_dosen.htm) pada tanggal 05 Februari 2020 pukul 17.00 WIB.
















[1]Sutan Rajasa,  Kamus Ilmiah Populer,  (Surabaya: Karya Utama, 2002),  hlm. 499
[2]Catur Hari Wibowo, Problematika Profesi Guru dan Solusinya Bagi peningkatan Kualitas Pendidikan di Mts Negeri Nguntorinadi Kabupaten Wonogiri, (IAIN Surakarta, 2014), hlm. 19-23. (Diakses  pada Selasa, 04 Februari 2020), eprints.iain-surakarta.ac.id/17/1/2015TS0007.pdf
[3]Catur Hari Wibowo, Problematika Profesi Guru dan Solusinya Bagi peningkatan Kualitas Pendidikan di Mts Negeri Nguntorinadi Kabupaten Wonogiri, (IAIN Surakarta, 2014), hlm. 24. (Diakses  pada Selasa, 04 Februari 2020), eprints.iain-surakarta.ac.id/17/1/2015TS0007.pdf
[4]Forrest W.Parkay dan Beverly Hardcastle Stanford, Menjadi Seorang Guru, (Jakarta : PT Indeks, 2008), hlm.19-23
[5]Kunandar, Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011), hlm. 36-40
[6]Baharuddin, Profesi Keguruan,  ( Malang: IKIP, 1995), hlm. 156
[7]Undang-undang Republik Indonesia No14, Tahun 2005 Diakses dari http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_guru_dosen.htm pada tanggal 05 Februari 2020 pukul 17.00
[8]Catur Hari Wibowo, Problematika Profesi Guru dan Solusinya Bagi peningkatan Kualitas Pendidikan di Mts Negeri Nguntorinadi Kabupaten Wonogiri, (IAIN Surakarta, 2014), hlm. 108-110 (Diakses  pada Selasa, 04 Februari 2020), eprints.iain-surakarta.ac.id/17/1/2015TS0007.pdf

Post a Comment

0 Comments