![]() |
Ke Arah Pemikiran Filsafat |
Oleh : Abid Nurhuda (2286131050)
Mahasiswa Pascasarjana UNU Surakarta
Kata “Filsafat” termasuk istilah populer yang dikenal banyak
orang, namun sering disalah artikan sebagai sesuatu yang rumit, bersifat tidak
peduli, abstrak, menekan perasaan bahkan ada yang bilang sampai mengkaburkan
pemahaman/ (dikatakan sesat). Padahal ketika kita betul-betul belajar dan
mendalami, ternyata filsafat membahas tekait fondasi, keberadaan dan
keberlangsungan hidup manusia di dunia. Dimulai dari pertanyaan Apa?
Mengapa? Bagaimana? dan seterusnya yang menggambarkan semua pertanyaan tadi
dibangun atas keraguan, kekaguman dan keterbatasan yang disertai rasa
penasaran. Maka ketika seseorang bisa menemukan jawaban dari tiap pertanyaan
yang ada, niscaya ia akan menyikapi segala hal yang terjadi dalam kehidupan ini
dengan bijaksana sebagaimana tujuan sejati dari belajar filsafat yakni agar
cinta kepada kebijaksanaan.
Sifat kebijaksanaan itu juga tercermin dalam pembelajaran filsafat
ilmu pada presentasi kelompok 1 dimana muncul pertanyaan dari kawan saya Mas
Fahri Bahrul Ulum yang menanyakan hubungan filsafat dengan ilmu lain itu
seperti apa? Dan dijawab oleh penulis bahwa filsafat merupakan marinir yang
merupakan pionir karena bukan pengetahuan yang bersifat merinci sehingga ia
bisa dikatakan sebagai induk dari segala ilmu pengetahuan mulai dari ilmu agama
(tafsir, fiqih dll) lalu ilmu dunia (sains, ipa dll). Sehingga posisi filsafat
terhadap ilmu yang lain adalah penguat, pelindung sekaligus penggagas agar
embrio ilmu lain tersebut muncul. Dan itu bisa dipahami oleh penanya maupun
pendengar dengan harapan anggapan orang-orang diluar dapat terbantahkan ketika
menuduh filsafat itu ilmu pengkabur pemahaman (sesat).
Lalu ada pula gambaran kebijaksanaan yang kedua dimana muncul
pertanyaan dari Mbak Yulita Putri terkait kondisi agama yang kadang kala
mengintervensi pemikiran seseorang saat berfilsafat? Dan penulis menjawab bahwa
pemikiran mestinya tidak bisa di intervensi oleh apapun ketika belum menjadi
produk, namun ketika sudah menjadi produk dari pemikiran maka disana baru bisa
dihukumi. Lalu ditambahkan pula oleh Mas Muslihuddin bahwa semestinya ketika
seseorang mau belajar filsafat harus dikuatkan agamanya dahulu yakni aqidahnya.
Ia menganalogikan dengan jurusan Aqidah Filsafat di kampus UIN yang dimaknai
bahwa mempelajari Aqidah harus didahulukan sebagai pondasi dasar, agar keimanan
seseorang tidak goyah sehingga ketika belajar filsafat ia akan aman dan
terhindar dari kemurtadan dan keragu-raguan. Namun yang menjadi problem
adalah lalu bagaimana orang-orang diluar islam yang malah menemukan Aqidah
setelah ia berfilsalfat seperti nabi Ibrahim dan selainnya? Maka itu pula yang
ditanyakan oleh Mbak Yulita selanjutnya. Lalu dijawab oleh bapak Dosen bahwa
Aqidah dan Filsafat itu relative (sama-sama bisa didahulukan) yang berarti ada
kalanya seseorang belajar Aqidah dahulu baru filsafat, dan ada kalanya
seseorang berfilsafat dulu baru beraqidah karena hidayah yang merupakan
anugerah dari Allah itu diberikan kepada tiap manusia secara berbeda-beda
menyesuaikan situasi dan kondisinya. Selain itu menurut beliau, tidak ada
jaminan jika seseorang beraqidah dahulu dia akan selamat dunia akhirat, begitu
juga sebaliknya.
Maka dari semua hal tadi penulis bisa merefleksikan bahwa pelita
dari hati (aqidah) adalah agama, sedangkan pelita dari akal (filsafat) adalah
logika dimana keduanya (hati dan akal tempat bersemayamnya aqidah dan filsafat)
harus sama-sama diperhatikan sebagai anugerah dari tuhan dan bukan digunakan
untuk saling menjatuhkan. Alhamdulillah banyak manfaat, hikmah dan pelajaran
yang bisa saya petik setiap momentnya dari pembelajaran filsafat ilmu bersama
Bapak Dr. H. Imam Sukardi, M. Ag dan tentunya tidak akan mungkin bisa tertuang
semuanya disini, jika hendak menuliskan satu-persatu karena terlalu banyaknya
hal-hal berharga yang diperoleh mahasiswa, terkhusus lagi penulis. Maka hanya
ucapan terimakasih tak terhingga kepada beliau serta doa yang dapat dipanjatkan
semoga beliau sekeluarga sehat selalu dan segala ilmu yang diajarkan kepada
penulis maupun kawan-kawan menjadi amal jariyah yang diterima oleh Allah swt.
2 Comments
Masyaallah üstad Abid
ReplyDeleteMantab adiiik
ReplyDelete