About Me

Menuang Rasa , Merajut Asa
>Abid Nurhuda

Validitas dan Assesment


Makalah Validitas dan Assesment
Valid


Oleh : Abid Nurhuda (Mahasiswa PAI IAIN Surakarta)


BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Perkembangan konsep penilaian pendidikan kini telah meluas, baik penilaian kurikulum, penilaian proses belajar mengajar dan penilaian hasil belajar. Yang pada intinya, penilaian adalah proses memberikan nilai kepada objek tertentu berdasarkan suatu kriteria tertentu.
Penilaian hasil belajar siswa menyangkut hasil dan proses belajar siswa. Dan keberhasilan penilaian ini tergantung dari kualitas alat penilaian disamping cara pelaksanaannya. Penilaian hasil belajar siswa biasanya menggunakan penilaian berbasis tes. Tes ini diharapkan dapat menggambarkan sampel perilaku dan menghasilkan nilai yang objektif serta akurat. Jika tes yang digunakan guru kurang baik, maka hasil yang diperoleh pun kurang baik. Hal ini merugikan peserta didik, karena hasil yang diperoleh peserta didik menjadi kurang objektif dan tidak adil. Oleh karena itu, tes yang digunakan guru harus memiliki kualitas yang lebih baik dilihat dari berbagai segi. Tes hendaknya disusun berdasarkan prosedur dan prinsip penyusunan tes. Sehingga, guru perlu melakukan analisis kualitas tes.
B.       Rumusan Masalah
1.         Apa yang dimaksud dengan indikator sebagai acuan evaluasi/pengukuran?
2.         Apa pengertian dari validitas?
3.         Apa saja macam-macam dari validitas?
4.         Apa yang dimaksed kata kerja dalam indikator (menunjukkan kompetensi)?
5.         Apa pengertian dari asesmen otentik?
6.         Apa pengertian dari tes obyektif dan contohnya?
7.         Apa pengertian dari tes subyektif dan contohnya?
C.      Tujuan Penulisan
1.         Mengetahui acuan evaluasi/pengukuran
2.         Mengetahui pengertian validitas
3.         Mengetahui macam-macam validitas
4.         Mengetahui kata kerja dalam indicator (menunjukkan kompetensi)
5.         Mengetahui pengertian asesmen otentik
6.         Mengetahui pengertian tes obyektif beserta contohnya
7.         Mengetahui pengertian tes subyektif beserta contohnya
D.      Manfaat Penulisan
Adapun manfaat penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.         Sebagai sumber pengetahuan mengenai indikator sebagai acuan evaluasi, kata kerja dalam indikator, asesmen otentik, tes obyektif dengan tes subyektif beserta contohnya.
2.         Dapat digunakan sebagai bahan pengajaran dalam bidang pendidikan dan bidang-bidang yang lain.









BAB II
PEMBAHASAN

A.      Indikator sebagai Acuan Evaluasi
1.         Indikator
a)        Pengertian Indikator
Indikator merupakan penanda pencapaian KD yang ditandai oleh perubahan perilaku yang dapat diukur yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Indikator dikembangkan sesuai dengan karakteristik peserta didik, mata pelajaran, satuan pendidikan, potensi daerah dan dirumuskan dalam kata kerja operasional yang terukur dan/atau dapat diobservasi.
Dalam mengembangkan indikator perlu mempertimbangkan: (1) tuntutan kompetensi yang dapat dilihat melalui kata kerja yang digunakan dalam KD; (2) karakteristik mata pelajaran, peserta didik, dan sekolah; dan (3) potensi dan kebutuhan peserta didik, masyarakat, dan lingkungan/ daerah.[1]
b)        Fungsi Indikator
Indikator memiliki kedudukan yang sangat strategis dalam mengembangkan pencapaian kompetensi berdasarkan SK-KD. Indikator berfungsi sebagai berikut:
1)        Pedoman dalam mengembangkan materi pembelajaran.  Pengembangan materi pembelajaran harus sesuai dengan indikator yang dikembangkan. Indikator yang dirumuskan secara cermat dapat memberikan arah dalam pengembangan materi pembelajaran yang efektif sesuai dengan karakteristik mata pelajaran, potensi dan kebutuhan peserta didik, sekolah, serta lingkungan.
2)        Pedoman dalam mendesain kegiatan pembelajaran. Desain pembelajaran perlu dirancang secara efektif agar kompetensi dapat dicapai secara maksimal. Pengembangan desain pembelajaran hendaknya sesuai dengan indikator yang dikembangkan, karena indikator dapat memberikan gambaran kegiatan pembelajaran yang efektif untuk mencapai kompetensi. Indikator yang menuntut kompetensi dominan pada aspek prosedural menunjukkan agar kegiatan pembelajaran dilakukan tidak dengan strategi ekspositori melainkan lebih tepat dengan strategi discovery-inquiry.
3)        Pedoman dalam mengembangkan bahan ajar. Bahan ajar perlu dikembangkan oleh guru guna menunjang pencapaian kompetensi peserta didik. Pemilihan bahan ajar yang efektif harus sesuai tuntutan indikator sehingga dapat meningkatkan pencapaian kompetensi secara maksimal.
4)        Pedoman dalam merancang dan melaksanakan penilaian hasil belajar. Indikator menjadi pedoman dalam merancang, melaksanakan, serta mengevaluasi hasil belajar, Rancangan penilaian memberikan acuan dalam menentukan bentuk dan jenis penilaian, serta pengembangan indikator penilaian. Pengembangan indikator penilaian harus mengacu pada indikator pencapaian yang dikembangkan sesuai dengan tuntutan SK dan KD.[2]
c)        Manfaat Indikator Penilaian
Indikator penilaian bermanfaat bagi : (1) guru dalam mengembangkan kisi-kisi penilaian yang dilakukan melalui tes (tes tertulis seperti ulangan harian, ulangan tengah semester, dan ulangan akhir semester, tes praktik, dan/atau tes perbuatan) maupun non-tes; (2) peserta didik dalam mempersiapkan diri mengikuti penilaian tes maupun non-tes. Dengan demikian siswa dapat melakukan self assessment untuk mengukur kemampuan diri sebelum mengikuti penilaian sesungguhnya; (3) pimpinan sekolah dalam memantau dan mengevaluasi keterlaksanaan pembelajaran dan penilaian di kelas; dan (4) orang tua dan masyarakat dalam upaya mendorong pencapaian kompetensi siswa lebih maksimal.[3]
2.         Validitas
a)        Pengertian Validitas
Validitas merupakan syarat yang terpenting dalam suatu alat evaluasi. Suatu teknik evaluasi dikatakan mempunyai validitas yang tinggi jika teknik evaluasi atau tes itu dapat mengukur apa yang sebenarnya akan diukur. Misalnya diberikan soal dengan kalimat yang panjang dan berbelit-belit sehingga sukar ditangkap maknanya, akhirnya siswa tidak dapat menjawab karena tidak memahami pertanyaan.[4]
Validitas bukanlah suatu ciri atau sifat yang mutlak dari suatu teknik evaluasi, ia merupakan suatu ciri yang relatif terhadap tujuan yang hendak dicapai oleh pembuat tes. Teknik yang sama dapat digunakan untuk beberapa tujuan yang berbeda dan validitasnya dapat berbeda-beda dari yang tinggi kepada yang rendah, bergantung pada tujuan.
Suatu tes pengerjaan berhitung misalnya, dapat mempunyai validitas yang tinggi untuk menentukan siswa-siswa dalam kecakapannya mengerjakan berhitung. Validitas itu mungkin sedang atau cukup untuk mengukur kecakapan murid-murid dalam hitung dagang (business arithmetic). Dan mungkin juga tes tersebut mempunyai validitas yang rendah dalam mengukur atau meramalkan keberhasilan dalam aspek-aspek matematis dari suatu pelajaran ilmu alam yang akan datang. Oleh karena itu validitas harus ditentukan dengan tujuan yang akan dicapai dengan alat evaluasi itu.[5]
Jadi, validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kesahihan suatu tes. Suatu tes dikatakan valid apabila tes tersebut mengukur apa yang hendak diukur. Tes memiliki validitas yang tinggi jika hasilnya sesuai dengan kriteria, dalam arti memiliki kesejajaran antara tes dan kriteria.
b)        Macam-macam Validitas
Macam-macam validitas diantaranya :
1)        Validitas Isi (Content Validity)
Validitas isi (Content Validity) sering pula dinamakan validitas kurikulum yang mengandung arti bahwa suatu alat ukur dipandang valid apabila sesuai dengan isi kurikulum yang hendak diukur. Salah satu cara yang digunakan untuk menentukan validitas adalah dengan mengkaji isi tes itu. Sebuah tes misalnya terdiri atas 25 soal penjumlahan dan pengurangan sangat baik digunakan untuk mengukur kemampuan matematika membandingkan dengan tes yang terdiri atas 10 soal tentang olah raga tetapi tidak ada hal-hal yang berkaitan dengan penjumlahan dan pengurangan. Validitas isi ditentukan dengan melihat apakah soal-soal yang digunakan telah menunjukkan sample atribut yang diukur.
Salah satu cara untuk memperoleh validitas isi adalah dengan melihat soal-soal yang membentuk tes itu. Jika keseluruhan soal nampak mengukur apa yang seharusnya tes itu gunakan, maka tidak diragukan lagi bahwa validitas isi sudah terpenuhi.
Dalam dunia pendidikan, sebuah tes dikatakan memiliki isi apabila mengukur sesuai dengan domain dan tujuan khusus tertentu yang sesuai dengan isi pelajaran yang telah diberikan di kelas.
Menurut Guion dalam Surapranta (2005) menjelaskan bahwa validitas isi hanya dapat ditentukan berdasarkan judgment para ahli.
Prosedur yang dapat digunakan antara lain :
a.     Mendefinisikan domain yang hendak diukur.
b.    Menentukan domain yang akan diukur oleh masing-masing soal.
c.     Membandingkan masing-masing soal dengan domain yang sudah ditetapkan.
Sekalipun prosedur ini nampak sederhana, tetapi dalam praktek  terkadang sulit dilakukan. Kesulitan utama dalam prosedur isi adalah mendefinisikan domain yang hendak diukur. Misalnya dalam menentukan soal yang berkaitan dengan problem solving atau reasoning, beberapa ahli mungkin masih berdebat apakah suatu soal benar-benar telah masuk dalam kategori problem solving atau reasoning. Hal yang paling penting adalah adanya kesempatan antara beberapa penulis tentang kemampuan yang diukur oleh suatu soal.
2)        Validitas Konstruk (Construct Validity)
Konstruk (construct) adalah sesuatu yang berkaitan dengan fenomena dan objek yang abstrak, tetapi gejalanya dapat diamati dan diukur. Validitas konstruk mengandung arti bahwa suatu alat ukur dikatakan valid apabila telah cocok dengan konstruksi teoritik dimana tes itu dibuat. Dengan kata lain sebuah tes dikatakan memiliki validitas konstruksi apabila soal-soalnya mengukur setiap aspek berfikir seperti yang diuraikan dalam standar kompetensi, yaitu kompetensi dasar maupun indikator yang terdapat dalam kurikulum.
Konstruksi yang dimaksud pada validitas ini bukanlah merupakan konstruksi seperti bangunan atau susunan, tetapi berupa rekaan psikologis yang berkaitan dengan aspek-aspek ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi.
Untuk menentukan adanya construct validity, suatu tes dikorelasikan dengan suatu konsepsi atau teori. Items  (butir soal) dalam tes tersebut harus sesuai dengan ciri-ciri yang disebutkan dalam konsepsi tadi, yaitu konsepsi tentang objek yang akan dites. Dengan kata lain, hasil-hasil tes itu disesuaikan dengan tujuan atau ciri-ciri tingkah laku (domain) yang hendak diukur.[6]
B.       Kata Kerja Dalam Indikator
Indikator dikembangkan sesuai dengan karakteristik peserta didik, satuan pendidikan, dan potensi daerah, dan digunakan sebagai dasar untuk menyusun alat penilaian. Setiap KD dikembangkan menjadi beberapa indikator. Indikator menggunakan kata kerja operasional yang dapat diukur dan atau diobservasi. Dan prinsip pengembangan indikator adalah sesuai dengan kepentingan (urgensi), kesinambungan (kontinuitas), kesesuaian (relevansi), dan kontekstual.[7]
Dalam Taksonomi Bloom, tujuan pendidikan dibagi ke dalam tiga domain, yaitu:
1.         Ranah Kognitif (Cognitive Domain), yang berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek intelektual.[8] Ranah ini meliputi kemampuan menyatakan kembali konsep atau prinsip yang telah dipelajari, yang berkenaan dengan kemampuan berpikir, kompetensi memperoleh pengetahuan, pengenalan, pemahaman, konseptualisasi, penentuan dan penalaran. Tujuan pembelajaran dalam ranah kognitif (intelektual) menurut Bloom merupakan segala aktivitas yang menyangkut otak yang dibagi menjadi 6 tingkatan sesuai dengan jenjang terendah sampai tertinggi yang dilambangkan dengan C (Cognitive), yaitu :[9]
a)        C1 (Pengetahuan/Knowledge), pada tingkatan ini menekankan pada kemampuan dalam mengingat kembali materi yang telah dipelajari.
Kata kerja operasional yang dapat dipakai dalam tingkatan ini adalah menyebutkan, menjelaskan, menggambarkan, mengidentifikasi-kan, membaca, mengulang, menyatakan, menulis, dan lainnya.
b)        C2 (Pemahaman/Comprehension), pada tingkatan ini, pemahaman sebagai kemampuan dalam memahami materi tertentu yang dipelajari. Di tingkatan ini, peserta didik menjawab pertanyaan dengan kata-katanya sendiri dan dengan prinsip maupun konsep tetentu.
Kata kerja operasional yang dapat dipakai dalam jenjang ini adalah memperkirakan, mengkategorikan, mencirikan, merinci, mengasosiasikan, membandingkan, menghitung, mengubah, mengu-raikan, membedakan, mendiskusikan, mencontohkan, menerangkan, mengemukakan, mempolakan, menyimpulkan, merangkum, menjabarkan, dan lainnya.[10]
c)        C3 (Penerapan/Application), pada tingkatan ini, aplikasi diartikan sebagai kemampuan menerapkan informasi pada situasi nyata, dimana peserta didik mampu menerapkan pemahamannya dengan cara menggunakannya secara nyata. Di tingkatan ini, peserta didik dituntut untuk dapat menerapkan konsep dan prinsip yang ia miliki pada situasi baru yang belum pernah diberikan sebelumnya.
Kata kerja operasional yang dapat dipakai dalam tingkatan ini adalah menugaskan, mengurutkan, menentukan, menerapakan, menyesuaikan, mengkalkulasi, memodifikasi, mengklasifikasi, menghitung, membangun, membiasakan, mencegah, menggunakan, menilai, melatih, menggali, mengemukakan, mengadaptasi, menyelidiki, mengoperasikan, mempersoalkan, mengkonsepkan, melaksanakan, meramalkan, memproduksi, memproses, mengaitkan, menyusun, mensimulasikan, memecahkan, melakukan, dan lainnya.
d)        C4 (Analisis/Analysis), Pada tingkata ini, dapat dikatakan bahwa analisis adalah kemampuan menguraikan suatu materi menjadi komponen-komponen yang lebih jelas. Di tingkatan ini, peserta didik diminta untuk menguraikan informasi ke dalam beberapa bagian menemukan asumsi, dan membedakan membedakan pendapat dan fakta serta menemukan hubungan sebab akibat.
Kata kerja operasional yang dapat dipakai dalam jenjang ini adalah menganalisis, memecahkan, menegaskan, mendeteksi, men-diagnosis, menyeleksi, memerinci, menominasikan, mendiagramkan, mengkorelasikan, merasionalkan, menguji, mencerahkan, menjela-jah, membagankan, menyimpulkan, menemukan, menelaah, memak-simalkan, memerintahkan, mengedit, mengaitkan, memilih, mengu-kur, melatih, dan mentransfer.[11]
e)        C5 (Sintesis/Synthesis), pada tingkatan ini, sintesis dimaknai sebagai kemampuan memproduksi dan mengkombinasikan elemen-elemen untuk membentuk sebuah struktur. Pada tingkatan ini, peserta didik dituntut menghasilkan hipotesis atau teorinya sendiri dengan memadukan berbagai ilmu dan pengetahuan.
Kata kerja operasional yang dapat dipakai dalam jenjang ini adalah mengatur, mengumpulkan, mengkategorikan, mengkode, mengkombinasikan, menyusun, mengarang, membangun, menang-gulangi, menghubungkan, menciptakan, mengkreasikan, mengoreksi, merancang, merencanakan, mendikte, meningkatkan, memperjelas, memfasilitasi, membentuk, merumuskan, menggabungkan, memadu-kan, membatas, menampilkan, menyiapkan, memproduksi, merang-kum, merekonstruksi, dan lainnya.
f)         C6 (Evaluasi/Evaluation), pada tingkatan ini, evaluasi diartikan sebagai kemapuan menilai manfaat suatu hal untuk tujuan tertentu berdasarkan kriteria yang jelas. Kegiatan ini berkenaan dengan nilai suatu ide, kreasi, cara atau metoda. Pada tingkatan ini seseorang dipandu untuk mendapatkan pengetahuan baru, pemahaman yang lebih baik.
Kata kerja operasional yang dapat dipakai dalam tingkatan ini adalah membandingkan, menyimpulkan, menilai, mengarahkan, mengkritik, menimbang, memutuskan, memisahkan, memprediksi, memperjelas, menugaskan, menafsirkan, mempertahankan, meme-rinci, mengukur, merangkum, membuktikkan, dan lainnya.
2.         Ranah Afektif (Affective Domain) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri. Kartwohl dan Bloom, membagi ranah afektif menjadi 5 tingkatan yaitu :[12]
a)        Receiving/Penerimaan, tingkatan afektif yang terendah yang meliputi penerimaan masalah, situasi, nilai dan keyakinan secara pasif. Penerimaan adalah semacam kepekaan dalam menerima rangsangan atau stimulasi dari luar yang datang pada diri peserta didik. Hal ini dapatdicontohkan dengan sikap peserta didik ketika mendengarkan penjelasan pendidik dengan seksama dimana mereka bersedia menerima nilai-nilai yang diajarkan kepada mereka dan mereka memiliki kemauan untuk menggabungkan diri atau mengidentifikasi diri dengan nilai itu.
Kata kerja operasional yang dapat dipakai dalam tingkatan ini adalah memilih,  mengikuti, memberi, menganut, mematuhi, dan meminati.
b)        Respoding/menaggapi, tingkatan ini berkenaan dengan jawaban dan kesenangan menanggapi atau merealisasikan sesuatu yang sesuai dengan nilai-nilai yang dianut masyarakat. Atau dapat pula dikatakan bahwa menanggapi adalah suatu sikap yang menunjukkan adanya partisipasi aktif untuk mengikutsertakan dirinya dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi terhadapnya dengan salah satu cara. Hal ini dapat dicontohkan dengan menyerahkan laporan tugas tepat pada waktunya.
Kata kerja operasional yang dapat dipakai dalam kategori ini adalah menjawan, membantu, mengajukan, mengopromikan, menyenangi, menyambut, mendukung, menyetujui, menampilkan, melaporkam, mengatakan, memilah, dan menolak.
c)        Valuing/Penilaian, tingkatan ini berkenaan dengan memberikan nilai, penghargaan dan kepercayaan terhadap suatu gejala atau stimulus tertentu.  Peserta didik tidak hanya mau menerima nilai yang diajarkan akan tetapi berkemampuan pula untuk menilai fenomena itu baik atau buruk. Hal ini dapat dicontohkan dengan bersikap jujur dalam kegiatan belajar mengajar serta bertanggungjawab terhadap segala hal selama proses pembelajaran.
Kata kerja operasional yang dapat dipakai dalam tingkatan ini adalah mengasumsikan, meyakini, melengkapi, meyakinkan, memperjelas, memprakarsai, mengundang, menggabungkan, mengusulkan, menekankan, dan menyumbang.
d)        Organitation/Organisasi, tingkatan ini meliputi konseptualisasi nilai-nilai menjadi sistem nilai, serta pemantapan dan prioritas nilai yang telah dimiliki. Hal ini dapat dicontohkan dengan kemampuan menimbang akibat positif dan negatif dari suatu kemajuan sains terhadap kehidupan manusia.
Kata kerja operasional yang dapat dipakai dalam kategori ini adalah menganut, mengubah, menata, mengklasifikasikan, meng-kombinasi, mempertahankan, membangun, membentuk pendapat, memadukan, mengelola, menegosiasikan, dan merembuk.
e)        Characterization/Karakteristik, tingkatan ini berkenaan dengan keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya.
Kata kerja operasioanl yang dapat dipakai dalam kategori ini adalah mengubah perilaku, mempengaruhi, mendengarkan, menunjukkan, mebuktikkan dan memecahkan.
3.         Ranah Psikomotor (Psychomotor Domain) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek keterampilan motorik seperti tulisan tangan, mengetik, berenang, dan mengoperasikan mesin. Kategori yang termasuk dalam ranah ini antara lain, yaitu:[13]
a)        Meniru, kategori meniru ini merupakan kemampuan untuk melaku-kan sesuatu dengan contoh yang diamatinya walaupun belum mengerti makna ataupun hakikatnya dari keterampilan itu.
Kata kerja yang dapat dipakai dalam kategori ini adalah meng-gabungkan, menyesuaikan, mengatur, mengumpulkan, memperkecil, mengubah, memposisikan, mengontruksikan dan lainnya.
b)        Memanipulasi, kategori ini merupakan kemampuan dalam melaku-kan suatu tindakan serta memilih apa yang diperlukan dari apa yang diajarkan.
Kata kerja operasional yang dapat dipakai dalam kategori ini adalah mengoreksi, mendemonstrasikan, merancang, memperbaiki, menempatkan, mmebuat, mencampur dan lainnya.
c)        Pengalamiahan, kategori ini merupakan suatu penampilan tindakan dimana hal yang diajarkan dan dijadikan sebagai contoh telah menjadi kebiasaan dan gerakan-gerakan yang ditampilkan lebih meyakinkan.
Kata kerja operasional yang dapat dipakai dalam kategori ini adalah mengalihkan, menggantikan, memutar, mengirim, memindah-kan, mendorong, menarik, mengoperasikan, dan lainnya.
d)        Artikulasi, kategori ini merupakan suatu tahap di mana seseorang dapat melakukan suatu keterampilan yang lebih kompleks terutama yang berhubungan dengan gerakan interpretatif.
Kata kerja operasional dapat dipakai dalam kategori ini adalah mengalihkan, mempertajam, membentuk, menggunakan, memulai, mensketsa, melonggarkan, menimbang dan lainnya.[14]
C.      Asesmen Otentik
Asesmen otentik terdiri dari dua kata yaitu asesmen dan otentik. Asesmen dapat diartikan sebagai proses untuk mendapatkan informasi dalam bentuk apapun yang dapat digunakan untuk dasar pengambilan keputusan tentang siswa, baik yang menyangkut kurikulum, program belajar, maupun kebijakan-kebijakan sekolah.
Istilah otentik merupakan sinonim dari asli, nyata, valid, atau reliabel. Jadi, asesmen otentik adalah proses pengumpulan informasi tentang perkembangan dan pencapaian pembelajaran yang dilakukan oleh peserta didik melalui berbagai teknik yang mampu mengungkapkan, membuktikkan atau menunjukkan secara tepat bahwa tujuan pembelajaran telah benar-benar dikuasai dan dicapai.[15]
Dalam Newton Public School, Elis Ratna dan A. Rusdiana, asesmen otentik diartikan sebagai penilaian atas produk dan kinerja yang berhubungan dengan pengalaman kehidupan nyata peserta didik. Tujuan asesmen otentik itu sendiri, menurut Santoso adalah untuk :
1.         Menilai kemampuan individu melalui tugas tertentu
2.         Menentukan kebutuhan pembelajaran
3.         Membantu dan mendorong siswa dalam pembelajaran
4.         Membantu dan mendorong guru untuk mengajar yeng lebih baik
5.         Meningkatkan kualitas pendidikan.[16]
Cara penilaian dengan asesmen otentik ini bisa menggunakan tes, angket, wawancara, observasi, rubrik, jurnal, catatan lapangan, atau portofolio.[17]
1.         Tes Objektif (Tes Terskruktur)
Tes objektif adalah bentuk tes yang mengandung kemungkinan jawaban atau respons yang harus dipilih oleh peserta tes. Jadi kemungkinan jawaban atau respons telah disediakan oleh penyusun butir soal.[18] Tes objektif juga merupakan tes tulis yang itemnya dapat dijawab dengan memilih jawaban yang sudah tersedia, sehingga peserta didik menampilkan keseragaman data, baik bagi yang menjawab benar maupun mereka yang menjawab salah.[19] Pemeriksaan atau penskoran jawaban/respon peserta tes sepenuhnya dapat dilakukan secara objektif oleh pemeriksa. Karena sifatnya yang objektif ini maka tidak perlu harus dilakukan oleh manusia. Pekerjaan tersebut dapat dilakukan oleh mesin, misalnya mesin scanner. Dengan demikian skor hasil tes dapat dilakukan secara objektif.[20] Tes objektif dapat digolongkan menjadi 5 yaitu benar salah (true false), menjodohkan (matching), pilihan ganda (multiple choice), isian (fill in test), dan melengkapi (completion test).[21] Berikut ini kelebihan dan kekurangan tes objektif.
a.         Kelebihan tes objektif
1)        Lebih representative mewakili isi dan luas bahan.
2)        Lebih mudah dan cepat cara memeriksanya karena dapat menggunakan kunci jawaban, bahkan dapat menggunakan alat-alat kemajuan teknologi misalnya mesin scanner.
3)        Pemeriksaannya dapat diserahkan orang lain.
4)        Dalam pemeriksaan maupun penskoran, tidak ada unsure subjektif yang memengauhi, baik dari segi guru maupun siswa.

b.        Kelemahan tes objektif
1)        Membutuhkan persiapan yang lebih sulit dari pada tes esai karena butir soal atau item tesnya banyak dan harus teliti unuk menghindarkan kelemahan-kelemahan yang lain.
2)        Butir-butir soal cenderung hanya mengungkapkan ingatan dan pengenalan kembali (recalling) saja, dan sukar untuk mengukur kemampuan berpikir yang inggi seperti sintesis maupun kreativias.
3)        Banyak kesempatan bagi siswa untuk spekulasi atau untung-untungan (guessing) dalam menjawab soal tes.
4)        Kerja sama antar siswa pada waku mengerjakan soal tes lebih terbuka.[22]
Contoh soal tes objektif 1:[23]
Daulah Bani Abbasiyah mencapai puncak kejayaan atau zaman keemasan pada masa pemerintahan … .
A.      Umar bin Abdul Aziz
B.       Utsman bin Affan
C.       Yazid bin Mu’awiyah
D.      Harun al-Rasyid
E.       Al-Ma’mun
(Kunci : D)
Contoh soal tes objektif 2:[24]
Daftar I
Daftar II
1.
..B..
Shalat sunnah yang dilaksanakan pada tiap malam bulan Ramadhan
A.      Istisqa’
B.       Tarawih
C.       Rawatib
D.      Mutlak
E.       Khauf
F.        Istikharah
G.      Dhuha
H.      Tahajjud
I.          Tahiyatul Masjid

2.
…...
Shalat sunnah yang dilakukan sewaktu memasuki masjid
3.
…...
Shalat sunnah yang tidak ditentukan waktunya dan tidak pula ditentukan bilangan raka’atnya
4.
.…..
Shalat yang dilakukan sewaktu dalam keadaan takut atau dalam keadaan bahaya
5.
……
Shalat sunnah yang dilakukan untuk memohon petunjuk terhadap perbuatan atau pekerjaan yang akan dilaksanakan, apakah baik atau buruk, sebab masih terjadi keragu-raguan

2.         Tes Subjektif
Tes subjektif sering disebut dengan tes uraian. Menurut Asmawi Zaenal dan Noehi Nasution dalam S. Eko Putro Widoyoko, tes bentuk uraian adalah butir yang mengandung pertanyaan atau tugas yang jawaban atau mengerjakan soal tersebut harus dilakukan dengan cara mengekspresikan pikiran peserta tes.[25] Tes ini menjadikan peserta didik memiliki kebebasan memilih dan menentuan jawaban. Kebebasan ini mengakibatkan data jawaban yang bervariasi sehingga tingkat kebenaran dan tingkat kesalahan juga menjadi bervariasi.[26]
Menurut Suharsini Arikunto dalam S. Eko Putro Widoyoko, ciri khas tes uraian adalah jawaban terhadap soal tersebut tidak disediakan oleh penyusun soal, tetapi harus disusun oleh peserta tes. Butir soal tipe uraian (essay test) hany terdiri dari pertanyaan atau tugas dan jawaban sepenuhnya harus dipikirkan oleh peserta tes. Ciri-ciri pertanyaan didahului dengan kata-kata seperti uraikan, jelaskan, bandingkan, mengapa, bagaimana, simpulkan, dan sebagainya.
Jumlah butir soal dalm tes uraian biasanya tidak banyak, hanya sekitar 5 – 10 butir soal dalam waktu kira-kira 90 – 120 menit. Berdasarkan tingkat kebebasan peserta tes untuk menjawab soal tes uraian, secara umum tes uraian dapat dibagi menjadi dua bentuk, yaitu tes uraian bebas atau tes terbuka (extended response) dan tes uraian terbatas (restricted response).[27] Berikut ini kelebihan dan kekurangan tes subjektif.
a.         Kelebihan tes subjektif.
1)        Dapat digunakan untuk mengukur hasil belajar yang kompleks.
2)        Meningkatkan motivasi peserta tes untuk belajar dibandingkan bentuk tes objektif.
3)        Mudah disiapkan dan disusun, sehingga tidak membutuhkan waktu yang lama bagi guru untuk mempersiapkannya.
4)        Tidak banyak kesempatan untuk berspekulasi atau untung-untungan, karena tidak ada alternatif jawaban yang disiapkan.
5)        Mendorong siswa untuk berani mengemukakan pendapat serta menyusun kalimat yang bagus.
6)        Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengutarakan maksudnya dengan gaya bahasa dan caranya sendiri.
b.        Kekurangan tes subjektif.
1)        Reliabilitas tes rendah, artinya skor yang dicapai peserta tes tidak konsisten jika tes yang sama atau tes pararel diujikan beberapa kali.
2)        Memerlukan waktu yang lebih lama untuk memeriksa lembar jawaban dan tidak dapat diwakilkan kepada orang lain.
3)        Jawaban peserta tes kadang-kadang disertai dengan bualan.
4)        Kemampuan menyatakan pikiran secara tertulis menjadi hal yang paling utama untuk membedakan prestasi belajar antara siswa. Padahal tidak semua hasil belajar bias dikomunikasikan dalam bentuk tulisan.[28]

Contoh soal tes subjektif 1:
Allah telah melimpahkan rahmat-Nya kepada kita yang sangat banyak, sehingga kita tak mampu untuk menghitungnya. Oleh karena itu, sudah sepatutnya kita mensyukuri nikmat tersebut. Jelaskan bagaimana caranya kita mensyukuri nikmat Allah itu sesuai dengan ajaran Rasulullah!
Contoh soal tes subjektif 2:
Di masa Khalafaur Rasyidin, tercatat tiga peristiwa peperangan antara kaum muslim menghadapi Ramawi. Sebutkan dan jelaskan secara singkat ketiga peristiwa tersebut![29]












BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Indikator merupakan penanda pencapaian KD yang ditandai oleh perubahan perilaku yang dapat diukur yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Indikator sebagai acuan evaluasi/pengukuran ini maksudnya indikator dijadikan pedoman untuk pemberian angka dan mengidentifikasi ketercapainya KD. Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kesahihan suatu tes. Validitas ada 2 yaitu validitas isi dan validitas konstruk.
Setiap KD dikembangkan menjadi beberapa indikator. Indikator menggunakan kata kerja operasional yang dapat diukur dan atau diobservasi. Sehingga dapat menunjukkan kompetensi dari peserta didik.
Asesmen otentik adalah proses pengumpulan informasi tentang perkembangan dan pencapaian pembelajaran yang dilakukan oleh peserta didik melalui berbagai teknik yang mampu mengungkapkan, membuktikkan atau menunjukkan secara tepat bahwa tujuan pembelajaran telah benar-benar dikuasai dan dicapai. Tes objektif adalah bentuk tes yang mengandung kemungkinan jawaban atau respons yang harus dipilih oleh peserta tes. Contohnya : Daulah Bani Abbasiyah mencapai puncak kejayaan atau zaman keemasan pada masa pemerintahan … .
a.       Umar bin Abdul Aziz
b.      Utsman bin Affan
c.       Yazid bin Mu’awiyah
d.      Harun al-Rasyid
e.       Al-Ma’mun
(Kunci : D)
Tes subjektif adalah butir yang mengandung pertanyaan atau tugas yang jawaban atau mengerjakan soal tersebut harus dilakukan dengan cara mengekspresikan pikiran peserta tes. Contohnya : Allah telah melimpahkan rahmat-Nya kepada kita yang sangat banyak, sehingga kita tak mampu untuk menghitungnya. Oleh karena itu, sudah sepatutnya kita mensyukuri nikmat tersebut. Jelaskan bagaimana caranya kita mensyukuri nikmat Allah itu sesuai dengan ajaran Rasulullah!
B.       Saran
Dalam penulisan makalah ini pastilah banyak terdapat kesalahan dalam penulisan, diharapkan para pembaca mau untuk memberi kririk kepada penulis. Dan penulis juga merasa masih banyak materi yang belum tersampaikan. Sehingga penulis berharap pembaca hendaknya membaca lebih banyak artikel, jurnal dan buku yang berkenaan dengan Indikator sebagai Acuan Evaluasi, Kata Kerja dalam Indikator, Asesmen Otentik, Tes Obyektif dengan Tes Subyektif beserta Contohnya agar pembaca mengetahui lebih dalam lagi. Atas perhatiannya, penulis ucapkan terima kasih.










DAFTAR PUSTAKA

Effendi, Ramlan. Konsep Revisi Taksonomi Bloom dan Implementasinya pada Pemebelajaran Matemtika SMP. Vol. 2. No. 1. 2015.
Erman. Asesmen Otentik. Jurnal Pendidikan dan Budi Pekerti. Vol. 5, No. 1, 2007.
Fatonah, Siti. Evaluasi Pelaksanaan Asesmen Otentik Kurikulum 2013 di MI Yogyakarta. Jurnal Al-Bidayah. Vol. 8. No. 2. 2016.
Fuadi, Athok. 2008. Teknik Pengembangan Evaluasi. Ponorogo : STAIN Ponorogo Press.
Http://p3ai./polsri./ac.id/, diakses 16 maret 2020
Purwanto, Ngalim. 2008. Prinsip-Prinsip Dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung : PT Remaja Rosda Karya.
Sudijono, Anas. 2012. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada.
Sudjana, Nana. 1990. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung : PT Remaja Rosda Karya.
Suharsimi, Arikunto. Prosedur Penelitian Suatu pendekatan Praktis. Jakarta : Rineka Cipta.
Thoha, M. Chabib. 1996. Teknik Evaluasi Pendidikan. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada.
Umami, Muzlikhatun. Penilaian Auntentik Pembelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti Dalam Kurikulum 2013. Jurnal Pendidikan. Vol. 6, No. 2. 2018.
Widoyoko, S. Eko Putro. 2009. Evaluasi Program Pembelajaran Panduan Praktis Bagi Pendidik dan Calon Pendidik. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Zubaidi, Ahmad. Model-model Pengembangan Kurikulum dan Silabus Pembelajaran Bahasa Arab. Jurnal Cendekia. Vol. 5. No. 1. 2015.






[1] Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Bandung : PT Remaja Rosda Karya, 1990, hlm. 50
[2] Athok Fuadi, Teknik Pengembangan Evaluasi, Ponorogo : STAIN Ponorogo Press, 2008, hlm.18
[3] ArikuntoSuharsimi, Prosedur Penelitian Praktis, Jakarta : Rineka Cipta, 1999, hlm 34
[4] Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses …, hlm. 64.

[5] Athok Fuadi, Teknik Pengembangan Evaluasi… , hlm. 49

[6] Ngalim Purwanto, Prinsip-Prinsip Dan Teknik Evaluasi Pengajaran, Bandung : PT Remaja Rosda Karya, 1984, hlm. 138
[7] Ahmad Zubaidi, Model-model Pengembangan Kurikulum dan Silabus Pembelajaran Bahasa Arab, Jurnal Cendekia, Vol. 5, No. 1, (2015), hlm. 114
[8] Ramlan Effendi, Konsep Revisi Taksonomi Bloom dan Implementasinya pada Pemebelajaran Matemtika SMP, Vol. 2, No, 1 (2015), hlm. 7
[9] http://p3ai./polsri./ac.id/, diakses 16 maret 2020
[10] http://p3ai./polsri./ac.id/, diakses 16 maret 2020
[11] http://p3ai./polsri./ac.id/, diakses 16 maret 2020
[12] http://p3ai./polsri./ac.id/, diakses 16 maret 2020
[13] http://p3ai./polsri./ac.id/, diakses 16 maret 2020
[14] http://p3ai./polsri./ac.id/, diakses 16 maret 2020
[15] Siti Fatonah, Evaluasi Pelaksanaan Asesmen Otentik Kurikulum 2013 di MI Yogyakarta, Jurnal Al-Bidayah, Vol. 8, No. 2, (2016), hlm. 166
[16] Muzlikhatun Umami, Penilaian Auntentik Pembelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti Dalam Kurikulum 2013, Jurnal Pendidikan, Vol. 6, No. 2, (2018) hlm. 226
[17] Erman, Asesmen Otentik, Jurnal Pendidikan dan Budi Pekerti, Vol. 5, No. 1, (2007), hlm. 27
[18] S. Eko Putro Widoyoko, Evaluasi Program Pembelajaran Panduan Praktis Bagi Pendidik dan Calon Pendidik, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2009, hlm. 49
[19] M. Chabib Thoha, Teknik Evaluasi Pendidikan, Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 1996, hlm. 55
[20] S. Eko Putro Widoyoko, Evaluasi Program Pembelajaran … , hlm. 49
[21]Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 2012, hlm. 107
[22] S. Eko Putro Widoyoko, Evaluasi Program Pembelajaran … , hlm. 49 – 50
[23] Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan… , hlm. 120
[24] Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan… , hlm. 111 – 112
[25] S. Eko Putro Widoyoko, Evaluasi Program Pembelajaran … , hlm. 78 – 79
[26] M. Chabib Thoha, Teknik Evaluasi Pendidikan… , hlm. 55
[27] S. Eko Putro Widoyoko, Evaluasi Program Pembelajaran … , hlm. 79
[28] S. Eko Putro Widoyoko, Evaluasi Program Pembelajaran … , hlm. 84 – 87
[29] Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan…, hlm. 100 – 101

Post a Comment

0 Comments