About Me

Menuang Rasa , Merajut Asa
>Abid Nurhuda

Makalah Kriteria Pendidik dan Peserta Didik







Makalah Kriteria Pendidik dan Peserta Didik
Pendidik dan Peserta Didik





BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap manusia yang diciptakan pada dasarnya tidak pernah terlepas dari yang namanya pendidikan. Untuk itu proses pendidikan manusia tidak terlepas dari peran pendidik dan peserta didik itu sendiri. Berhasil atau tidaknya suatu pendidikan diantaranya ditentukan oleh dua komponen tersebut. Oleh karenanya, pendidik dan peserta didik adalah dua elemen terpenting dalam proses pendidikan terytama dalam pendidikan Islam.
Melihat perkembangan zaman sekarang, maka hal yang terpenting dan salah satu faktornya adalah mempersiapkan pendidik yang benar- benar dapat menjadi teladan dan memahami hakikat pendidik maupun peserta didik. Untuk itu, kriteria pendidik dan peserta didik akan dibahas dalam makalah ini melalui beberapa makna dari hadist tarbawi tentang hal itu dan akan dikaitkan dengan konteks pendidikan di zaman sekarang.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian pendidik dan peserta didik?
2. Apa saja makna hadis kriteria pendidik dan peserta didik berdasarkan hadis tarbawi?
3. Bagaimana konteks hadis masa kini mengenai kriteria peserta didik?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian pendidik dan peserta didik
2. Untuk mengetahui makna dari hadis tentang kriteria pendidik dan peserta didik
3. Untuk mengetahui konteks hadis dalam kriteria peserta didik di masa kini



BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendidik dan Peserta Didik
Secara umum, pendidik adalah orang memiliki tanggung jawab untuk mendidik. Sementara itu secara khusus, pendidik dalam perspektif pendidikan Islam adalah orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik dengan mengupayakan perkembangan peserta didik dengan mengupayakan perkembangan seluruh potensinya, baik secara potensi afektif, kognitif, maupun psikomotorik sesuai dengan nilai- nilai ajaran Islam.
Berdasarkan pengertian di atas, dapat dipahami bahwa pendidik dalam perspektif pendidikan Islam adalah orang yang bertanggung jawab terhadap upaya perkembangan jasmani dan rohani peserta didik agar mencapai tingkat kedewasaan sehingga ia mampu menunaikan tugas- tugas kemanusiannya (baik sebagai khalifah maupun abid) sesuai dengan nilai- nilai ajaran Islam. Oleh karena itu pendidik dalam konteks ini bukan hanya terbatas pada orang yang bertugas di sekolah tetapi semua orang yang terlibat dalam proses pendidikan anak sejak dalam kandungan hingga dewasa, bahkan sampai meninggal.
Sedangkan peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu (UU Sisdiknas, Pasal 1 ayat 4).  Peserta didik bisa juga diartikan sebagai manusia yang memiliki fitrah atau potensi untuk mengembangkan diri, sehingga ketika fitrah ini ditangani secara sesuai dengan pendidikan Islam maka akan menjadi seorang yang bertauhid kepada Allah SWT. 
B. Makna Kriteria Pendidik dan Peserta Didik dalam Hadis Tarbawi
C.
1. Kriteria Pendidik

a. Pendidik sebagai Orang Tua

... عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « إِنَّمَا أَنَا لَكُمْ بِمَنْزِلَةِ الْوَالِدِ أُعَلِّمُكُمْ فَإِذَا أَتَى أَحَدُكُمُ الْغَائِطَ فَلاَ يَسْتَقْبِلِ الْقِبْلَةَ وَلاَ يَسْتَدْبِرْهَا وَلاَ يَسْتَطِبْ بِيَمِينِهِ ». وَكَانَ يَأْمُرُ بِثَلاَثَةِ أَحْجَارٍ وَيَنْهَى عَنِ الرَّوْثِ وَالرِّمَّةِ ) رواه أبوداود والنسائي)


Artinya “Dari Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya aku menempati posisi orang tuamu. Aku akan mengajarmu. Apabila salah seorang kamu mau buang hajat, maka janganlah ia menghadap atau membelakangi kiblat, janganlahlah ia beristinja’ (membersihkan dubur sesudah buang air), dengan tiga batu dan melarang beristinja’dengan kotoran (najis) dan tulang” (H.R Abu dawud)
Hadist di atas dengan jelas mengatakan bahwa Rasulullah SAW bagaikan orang tua dari para sahabatnya. Pengertian bagaikan orang tua adalah mengajar, membimbing, dan mendidik anak- anak seperti yang pada umumnya dilakukan orang tua. Pendidik (guru di sekolah) perlu menyadari bahwa ia melaksanakan tugas yang diamanahkan oleh Allah dan orang tua peserta didik, mendidik anak harus didasarkan pada rasa kasih sayang. Oleh sebab itu, pendidik harus memperlakukan peserta didiknya bagaikan anaknya sendiri. Ia harus berusaha dengan ikhlas agar peserta didik dapat mengembangkan potensinya secara maksimal. Pendidik tidak boleh merasa benci kepada peserta didik karena sifat- sifat yang tidak disenanginya.
b. Pendidik harus menjaga lisan

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبَّادٍ وَابْنُ أَبِي عُمَرَ قَالَا حَدَّثَنَا مَرْوَانُ يَعْنِيَانِ الْفَزَارِيَّ عَنْ يَزِيدَ وَهُوَ ابْنُ كَيْسَانَ عَنْ أَبِي حَازِمٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ ادْعُ عَلَى الْمُشْرِكِينَ قَالَ إِنِّي لَمْ أُبْعَثْ لَعَّانًا وَإِنَّمَا بُعِثْتُ رَحْمَة
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin 'Abbad dan Ibnu Abu 'Umar keduanya berkata; telah menceritakan kepada kami Marwan yaitu Al Fazari dari Yazid yaitu Ibnu Kaisan dari Abu Hazim dari Abu Hurairah, dia berkata; "Seseorang pernah berkata; 'Ya Rasulullah, do'akanlah untuk orang-orang musyrik agar mereka celaka!' Mendengar itu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: 'Sesungguhnya aku diutus bukan untuk menjadi pelaknat, tetapi aku diutus sebagai rahmat.'"

Makna Hadis
1. Dilarang untuk mendo’akan keburukan kepada orang lain, meskipun dia orang kafir yang memerangi kaum muslimin.
2. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah nabi yang membawa rahmat, bukan hanya manusia namun seluruh alam.
3. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak berkenan melaknat kaum musyrikin karena itu bukan tujuan nabi diutus.
Menurut imam Nawawi dalam Syrah Shahih Muslim menjelaskan bahwa hadis di atas merupakan bukti bahwa melaknat bukanlah kebiasaan seorang muslim. Sebaliknya, seorang muslim harus senantiasa menebar rahmat dan kasih sayang kepada sesama. Baik sesama muslim ataupun dengan pemeluk agama lain.

2. Kriteria Peserta Didik

a. Peserta Didik Harus Ikhlas
Ikhlas menurut bahasa adalah jujur dan tulus. Kata iklas berasal dari kata masdar akhlasa, yukhlisu, ikhlasan yang berarti murni dan tanpa campuran. Dari definisi tersebut maka ikhlas dapat diartikan dengan pemurnian niat yang dikotori oleh ambisi pribadi dan sifat ingin dipuji orang lain kepada niat semata-mata untuk mengharap ridho Allah swt dalam melakukan perbuatan.
Ikhlas merupakan syarat yang harus dimiliki oleh setiap peserta didik, karena dengan ikhlas peserta didik akan lebih mudah menerima dan memahami pelajaran yang diberikan oleh pendidik. Sebaliknya jika peserta didik tidak memiliki keikhlasan maka ilmu yang akan merasa sulit dipahami bahkan Rasulullah mengatakan tidak akan mencium bau surga, sebagaimana sabdanya yang berbunyi :

عَن مَكحُولٍ قَالَ قال رسول الله – صلى الله عليه وسلم ـ قال << مَنْ طَلَبَ الْعِلْمَ سِ إِلَيهِ أَدْخَلَهُ لِيُبَاهِيَ بِهِ الْعُلَمَاءَ اَوْ لِيُمَا رِيَ بِهِ السُّفَهَاءَ اَوْ يُرِيدُ اَنْ يُقْبِلَ بِوُجُوْهِ النَّااللهُ جَهَنَّمَ >> ( وراه الدارمى )
“Dari Makhul, ia berkata :Rasulullah SAW bersabda: Siapa yang menuntut ilmu karena ingin banga sebagai alim atau menipu orang- orang bodoh atau menarik perhatian orang, maka Allah akan memasukkannya kedalam neraka jahannam. (HR. Darami).”
Makna hadis diatas menjelaskan bahwa pertama kali yang wajib bagi seorang penuntut ilmu adalah meluruskan niatnya. Ibnu Jama’ah al- Kinani berkata “Hendaklah penuntut ilmu mendahulukan pandangannya, istikharah kepada Allah untuk memilih kepada siapa dia berguru yang benar-benar ahli, lembut dan terjaga kehormatanya. Hendaklah murid memilih guru yang paling bagus dalam mengajar dan paling bagus dalam member pemahaman. Hendaklah penuntut ilmu membersihkan dirinya dari tujuan-tujuan duniawi atau karena ingin mencapai kemuliaan, kepemimpinan atau yang lain-lain. Janganlah berguru kepada orang yang sedikit sifat wara’nya atau agamanya atau tidak punya akhlak yang bagus.” (Tadzkiratus Sami’ wal Mutakallim hal. 86).  Ilmu ini mulia dan tidak menerima selainnya.
b. Berusaha Memahami Agama

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ اَنَّ رسول الله – صلى الله عليه وسلم ـ قال << مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينَ >> (رواه الترمذي ، البخاري، مسلم )
“Dari Ibnu Abbas ra, Rasulullah SAW bersabda: Baragsiapa yang Allah kehendaki kebaikan baginya, maka Allah akan pahamkan atasnya perihal agamanya. (HR. Tirmidzi, Bukhori, Muslim)”
Hadis ini menunjukkan bahwa kedudukan ilmu sangat penting bagi orang yang mempelajarinya. Maknanya antara lain yaitu pemahaman yang Allah berikan kepada seorang hamba. Pemahaman yang lurus terhadap Al-Qur’an dan hadist berasal dari kebeningan hati dan aqidah yang shahih. Karena hati yang dipenuhi oleh nafsu tidak akan dapat memahami Al-Qur’an dan hadist dengan benar. Itu semua akibat kedangkalan ilmu dan mengikuti hawa nafsu.
Hadis ini juga terdapat ungkapan bahwa keterangan tentang kemuliaan yang besar yang akan didapatkan oleh penuntut ilmu, dimana para malaikat merentangkan sayap-sayapnya untuknya sebagai sikap tawadhu’ dan penghormatan kepadanya.  Semua makhluk memintakan ampun kepada Allah untuk para penuntut ilmu dan mendoakan kebaikan untuknya, maka Allah sangat mudah memberikan pemahaman agamanya untuknya.
D. Konteks Hadis Masa Kini Mengenai Kriteria Peserta Didik
Untuk mengetahui konteks peserta didik, sumber ajaran agama Islam tentu menjadi dasar pemikiran yang tidak bisa lepas dari pengkajian. Sebab agama adalah fitrah yang diberikan Allah SWT dalam kehidupan manusia, sehingga tatkala seorang peserta didik mengalami masa tumbuh dan perkembangan, sesungguhnya ia telah memiliki rasa iman. Namun rasa iman ini akan berubah seiring dengan perkembangan usia peserta didik.
Ketika seorang peserta didik keluar dari masa kanak-kanak, maka iman tersebut akan berkembang, ia mulai berfikir siapa yang menciptakan saya, siapa yang dapat melindungi saya, siapa yang dapat memberikan perlindungan kepada saya. Namun iman ini dapat menurun tergantung bagaimana ia beribadah. Oleh sebab itu pendidikan sangat besar peranannya untuk menumbuh kembangkan serta mengembalikan manusia pada tujuan dasarnya. 
Peserta didik sebagai makhluk Allah yang diberi tugas untuk memakmurkan bumi, justru diberi kelebihan dan juga keistimewaan yang tidak diberikan kepada makhluk lain, yakni kecerdesan akal, dan kepekaan hati yang mampu berpikir rasional dan merasakan sesuatu di balik materi dan perbuatan. Keutamaan yang lain yang diberikan Allah kepada manusia adalah fitrah, yakni potensi manusawi yang educable. Dengan bekal itulah memungkinkan bagi manusia untuk mencapai taraf kehidupan yang amat tinggi dalam aspek peradaban dan kedekatan dengan Allah.
Oleh karena itu, potensi-potensi yang dikaruniakan oleh Allah itulah yang menjadi sasaran dari pendidikan Islam. Bagaimanakah pendidikan Islam supaya bisa untuk mengembangkan potensi-potensi itu sehingga bisa lahir manusia-manusia yang punya pengalaman, keterampilan, kecakapan, keprofesionalan tapi yang pada akhirnya manusia itu akan sadar betapa besar dan kuasanya Tuhan. Bahkan bukan sebaliknya ketika manusia sudah pada puncak kejayaan yang paling tinggi mereka lupa dan mengingkari Tuhan, hal itu tidaklah dikendaki oleh Pendidikan Islam. 
Peserta didik memang memiliki daya dan potensi untuk berkembang dan siap pula untuk dikembangkan. Karena itu, setiap peserta didik tidak dapat diperlakukan sebagai manusia yang sama sekali pasif, seperti yang dipercayai oleh kaum emprisme, melainkan peserta didik itu memiliki kemampuan dan keaktifan yang mampu membuat pilihan dan penilaian, merima, menolak atau menemukan alternatif lain yang lebih sesuai dengan pilihannya sebagai perwujudan dari adanya kehendak dan kemauan bebasnya.
Bila peserta didik dibiarkan tumbuh dan berkembang secara alamiah tanpa bantuan pendidikan, hal itu sangat memungkinkannya kehilangan arah dalam menempuh perjalanan menuju kebaikan dan kebenaran. Al-Attas juga mengakui hal demikian bahwa manusia bisa menjadi baik harus dengan pendidikan, dengan pendidikan inilah lahir manusia universal atau insal kamil. Karena kalau tidak, peserta akan cenderung disesatkan oleh berbagai pengaruh dari lingkungan yang datang dari luar dirinya. Apalagi sebuah kenyataan bahwa peserta didik itu punya sarana kemampuan untuk menerima pengaruh yang menyesatkan dan/atau menyelematkan (positif dan negatif), sama-sama tersedia di dalam diri manusia. Seperti telah dikemukakan bahwa manusia itu pelupa, sering salah, imannya tidak tetap, kadang kuat terkadang tidak. Ketika keadaan imannya tidak stabil, tentu pembiaran peserta didik untuk berkembang dan tumbuh secara alamiah dapat dipastikan akan terjadi konsekuensi negatif yang akan merugikan peserta didik itu.


BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pendidik adalah orang memiliki tanggung jawab untuk mendidik. pendidik dalam perspektif pendidikan Islam adalah orang yang bertanggung jawab terhadap upaya perkembangan jasmani dan rohani peserta didik agar mencapai tingkat kedewasaan sehingga ia mampu menunaikan tugas- tugas kemanusiannya (baik sebagai khalifah maupun abid) sesuai dengan nilai- nilai ajaran Islam. Sedangkan peserta didik diartikan sebagai manusia yang memiliki fitrah atau potensi untuk mengembangkan diri, sehingga ketika fitrah ini ditangani secara sesuai dengan pendidikan Islam maka akan menjadi seorang yang bertauhid kepada Allah SWT.
Kriteria pendidik dalam Islam yaitu sebagai orang tua dan harus menjaga lisan dalam setiap pembelajaran yang dilakukan, karena seluruh tindak dan tanduk pendidik akan menjadi contoh bagi peserta didik. Sebagai peserta didik seharusnya ikhlas dalam menuntut ilmu agar apa yang ia pelajari dapat diterima dengan baik dan juga harus belajar memahami agama.
B. Saran
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah, oleh karena itu kami mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun. Untuk informasi lebih jelas pembaca harus lebih giat membaca buku dan mencari informasi tentang sumber dan unsur hukum pidana Islam









DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Izzan Sachudin. Hadis Pendidikan, Konsep Pendidikan Berbasis Hadis. 2016. Bandung: Humaniora
Bukhori Umar, Hadist Tarbawi. 2016. Jakarta: Amzah
Musaddad Harahap, Esesnsi Peserta Didik dalam Perspektif Pendidikan Islam, Jurnal Al- Thariqah, Vol. 1, No. 2, (140- 155)
Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam, Pengembangan Pendidikan Integratif di Sekolah Keluarga, dan Masyarakat. 2009. Yokyakarta: LkiS
http://carihadis.com/Shahih_Muslim/4704 , diakses pada 1 Februari 2020

https://muslim.okezone.com/read/2019/12/01/614/2136654/kisah-nabi-saat-rasulullah-menolak-permintaan-sahabatnya, , diakses pada 1 Februari 2020

Post a Comment

0 Comments