About Me

Menuang Rasa , Merajut Asa
>Abid Nurhuda

IPTEK di Indonesia




IPTEK Indonesia Masih Kalah dengan Negara Lain
Indonesia Belum Maju






A.    Pengembangan Ilmu di Indonesia
penjelajahan manusia untuk mencapai kebenaran yang bersifat ilmiah baru dalam taraf yang sangat awal sekali. Maka tidak mengherankan, setelah mereguk dengan puas segenap pengetahuan ilmiah. Hal ini menunjukkan, dalam perkembangannya ilmu masih perlu adanya pembenahan, masukan teori baru yang memungkinkan melihat dunia kenyataan, tidak melulu dari segi pemikiran rasional dan empiris semata, dari segi pola pikir deduksi dan induksi saja. Berkaitan dengan pengembangan ilmu, kebenaran ilmiah dihadapkan dengan prospek ilmu. Setiap ilmu selain untuk mencapai kebenaran objektif, juga selalu memperhitungkan masa depan. Perhitungan ini berkaitan dengan kemungkinan untuk pengembangan, baik berupa penyempurnaan maupun melengkapi teori yang sudah ada, bahkan dapat saja mengganti dengan teori yang baru sama sekali. Dalam hal ini pengembangan ilmu di Indonesia terkait dengan jati diri bangsa Indonesia, yaitu Pancasila.  Teori kebenaran Pancasila seperti sudah dikemukakan di atas dipakai untuk melengkapinya, hal ini tidak bertentangan dengan prospek ilmu, lebih-lebih pengembangan dan masa depan ilmu di Indonesia. Seperti telah diketahui, bahwa ilmu untuk mencapai kebenaran melalui langkah metodisnya, yakni: penentuan masalah, penetapan kerangka masalah, perumusan hipotesis, verifikasi hipotesis, dan teori ilmiah. Bagi pandangan teori kebenaran Pancasila, kebenaran teori ilmiah (kebenaran yang ingin dicapai oleh ilmu) seharusnya bukan hanya semata-mata memenuhi kriteria koheren, dan korespondensi saja, tetapi juga sekaligus pragmatis, berfaedah bagi manusia. Dengan kata lain kebenaran ilmiah itu harus sudah menunjukkan dan tahan uji terhadap tiga teori kebenaran sekaligus (koheren, korespondensi dan pragmatis) secara simultan, terkait. Teori ilmiah itu benar bukan saja memenuhi kaidah deduksiinduksi, koheren-korespondensi saja tetapi sekaligus kaidah pragmatis, artinya bermanfaat bagi manusia.
Dalam pengembangan ilmu di Indonesia, teori tersebut juga harus ada kriterianya untuk mengukur segi kebenarannya. Menurut teori kebenaran Pancasila: kriteria koherensi, artinya harus runtut, tidak boleh bertentangan dengan nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan. Kriteria korespondensi, bahwa pernyataan atau proposisi harus sesuai dengan kenyataan adanya Tuhan, manusia, satu, rakyat dan adil. Kriteria pragmatis, artinya kefaedahannya yang selalu dikembalikan dan tidak boleh bertentangan dengan nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan. Nilai kebenaran inilah yang seharusnya dipakai sebagai dasar dalam rangka mengembangkan ilmu di Indonesia. Sehingga ilmu yang dikembangkan di Indonesia ini tidak akan ada alienasi terhadap bangsa Indonesia, tetapi sepenuhnya cocok dan  sejalan dengan budaya dan jati diri bangsa Indonesia

B.    Hambatan Pengembangan Ilmu di Indonesia
Selama ini pengembangan ilmu pengetahuan di Indonesia menghadapi berbagai tantangan. Salah satu tantangannya adalah birokratisasi. Bukan rahasia jika birokratisasi merambah berbagai bidang kehidupan di Indonesia, termasuk bidang yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan. Saat ilmuwan dan ilmu pengetahuan terjerat dalam birokratisasi maka kecil kemungkinan untuk berkembang. Birokratisasi menghambat kinerja eksplorasi ilmu pengetahuan .
Selain itu, elitisasi juga menjadi hambatan tersendiri. Hambatan terjadi karena elitisasi merupakan sesuatu yang kontradiktif dengan kesejatian ilmu. Bukan penilaian yang berlebihan jika ada yang menyebut telah terjadi pengkhianatan terhadap kesejatian ilmu saat praktis pengembangan ilmu pengetahuan disubordinasikan ke dalam proyek pengembangan teknologi yang serba elitis. Pengkhianatan ini berimplikasi luas. Pertama, ilmuwan yang terlibat dalam proses ini akan mengalami kegagalan. Kegagalannya berkaitan dengan usahanya untuk memperjuangkan aspirasi publik tentang ilmu pengetahuan dan memperjuangkan kepentingan dirinya sebagai seorang ilmuwan. Dalam hal ini, kalangan ilmuwan tertentu yang dianggap tidak memberikan peran dalam orientasi pengembangan teknologi akan segera menjadi kelompok yang tersisihkan. Kedua, terjadi pergeseran sifat ilmu. Dalam keterlibatannya sebagai penasihat atau pendukung proyek elitis, watak ilmu yang dikembangkan seorang ilmuwan bergeser sifatnya; dari proporsional (objective analysis) menjadi intensional (mengabsahkan pilihan-pilihan elit). Ketiga, sebagai konsekuensi dari itu semua, mereka pun otomatis akan gagal menjalankan peran sebagai juru bicara publik untuk melakukan kritik dan kontrol terhadap kebijakan-kebijakan ilmu pengetahuan.

C.    Perkembangan Teknologi Infomarsi dan Komunikasi
Manusia pada awalnya tidak mengenal konsep teknologi. Kehadiran manusia purba pada masa pra sejarah, hanya mengenal teknologi sebagai alat bantunya dalam mencari makan, alat bantu dalam berburu, serta mengolah makanan. Alat bantu yang mereka gunakan sangatlah sederhana, terbuat dari bambu, kayu, batu, dan bahan sederhana lain yang mudah mereka jumpai di alam bebas. Misalnya untuk membuat perapian, ia memanfaatkan bebatuan yang dapat memunculkan percikan api. 
Pada awalnya teknologi berkembang secara lambat. Namun seiring dengan kemajuan tingkat kebudayaan dan peradaban manusia perkembangan teknologi berkembang dengan cepat. Semakin maju kebudayaannya, semakin berkembang teknologinya karena teknologi merupakan perkembangan dari kebudayaan yang maju dengan pesat.
Teknologi memperlihatkan fenomenanya dalam masyarakat sebagai hal impersonal dan memiliki otonomi mengubah setiap bidang kehidupan manusia menjadi lingkup teknis. Sastrapratedja (Dwiningrum, 2012, p.154) menjelaskan bahwa fenomena teknik pada masyarakat kini, memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1.    Rasionalitas, artinya tindakan spontan oleh teknik diubah menjadi tindakan yang direncanakan dengan perhitungan rasional.
2.    Artifisialitas, artinya selalu membuat sesuatu yang buatan tidak alamiah
3.    Otomatisme, artinya dalam hal metode, organisasi, dan rumusan dilaksanakan serba otomatis. Demikian pula dengan teknik mampu mengeliminasikan kegiatan non-teknis menjadi kegiatan teknis
4.    Teknik berkembang pada suatu kebudayaan
5.    Monisme, artinya semua teknik bersatu, saling berinteraksi dan saling bergantung
6.    Universalisme, artinya teknik melampaui batas-batas kebudayaan dan ideologi, bahkan dapat menguasai kebudayaan
7.    Otonomi, artinya teknik berkembang menurut prinsip-prinsip sendiri.
Perubahan di dalam semua segi kehidupan manusia dewasa ini terutama disebabkan karena kemajuan ilmu dan teknologi .Terjadinya perubahan besar tersebut oleh karena sumber kekuatan dan kemakmuran suatu masyarakat atau negara bukan lagi ditentukan oleh luas wilayahnya atau kekayaan sumber daya alamnya yang melimpah, tetapi telah berpindah kepada penguasaan dan pemanfatan ilmu pengetahauan dan teknologi .
Menurut Christine E. Sleeter & Peter L dalam (Tilaar, AR, 2012),mengatakan bahwa terdapat tiga kekuatan yang dominan yaitu :
1.    Ilmu pengetahuan
2.    Teknologi sebagai penerapan pengetahuan
3.    Informasi.
 Ketiga kekuatan ini tidak berhubungan lagi secara langsung dengan nasionalitas.Ilmu dan pengetahuan tidak perlu menyeberangi tapal batas suatu negara dan oleh sebab itu tidak lagi memerlukan paspor dan visa.Demikian pula dengan informasi berhembus kemana-mana tanpa batas dan tidak ada yang dapat menghentikan atau menghambat.Inilah era informasi yang memberikan skenario baru yang penuh dengan kemungkinan-kemungkinan.Kemungkinan-kemungkinan tersebut terus dieksplorasi sesuai dengan kemajuannya. Teknologi informasi telah mengubah kebudayaan negara menuju  kebudayaan global karena sekat-sekat yang mengesolasikan kehidupan berbagai masyarakat dan negara telah dihapuskan. Kemajuan teknologi telah mempercepat proses globalisasi dan menuntut penataan kembali kehidupan umat manusia dalam berbagai segi baik itu ekonomi, perdagangan, aliran modal maupun lembaga-lembaga kerjasama internasional lainnya. 
Firdaus (2009:300) menyarankan empat cara yang perlu dilakukan dalam membangun masyarakat berbudaya Iptek, yaitu :
1.    pendidikan Iptek sejak dini
2.    mendorong pengembangan Iptek yang local specific
3.    melakukan pengembangan sistem inovasi yang melibatkan multi stakeholders agar tercipta kebersamaan dalam membangun Iptek di berbagai daerah
4.    mendorong kecintaan masyarakat terhadap hasil Iptek domestic


ABID NURHUDA 
MAHASISWA IAIN SURAKARTA 
FAKULTAS TARBIYAH JURUSAN PAI

Post a Comment

0 Comments