About Me

Menuang Rasa , Merajut Asa
>Abid Nurhuda

Maksud Tunanetra







Tunanetra







PEMBAHASAN


A. Pengertian dan Batasan Tunanetra

Kamus lengkap bahasa Indonesia memaparkan “Tunanetra berasal dari 2 kata, yaitu tuna dan netra, tuna berarti tidak memiliki, tidak punya, luka atau rusak, sedangkan netra berarti penglihatan sehingga tunanetra berarti tidak memiliki atau rusak penglihatan.”
Tunanetra digunakan untuk menggambarkan tingkatan kerusakan atau gangguan penglihatan yang berat sampai pada yang sangat berat, yang dikelompokan secara umum menjadi buta dan kurang lihat.  Jadi, tunanetra tidak hanya mereka yang buta saja melaikan mereka yang mampu melihat tetapi penglihatannya sangat kurang dan terbatas sekali sehingga tidak bisa digunakan atau dimanfaatkan untuk kegiatan pembelajaran seperti halnya orang awas biasa. Dalam hal ini adalah kedua-duanya (indra penglihatanya) tidak dapat berfungsi dengan baik.
Secara pengertian, mereka yang mengalami kerusakan indra penglihatanyya tergolong tunanetra. Akan tetapi, individu yang disebut sebagai tunanetra dalam hal ini ialah mereka yang tak mampu atau tidak dapat memanfaatkan indra penglihatannya secara optimal untuk kegiatan pembelajaran, sehingga perlu penanganan atau layanan yang khusus (berkebutuhan khusus).
Menurut Hidayat “Anak tunanetra adalah anak yang mengalami penyimpangan atau kelainan indera penglihatan baik bersifat berat maupun ringan, sehingga memerlukan pelayanan khusus dalam pendidikannya untuk dapat mengembangkan potensinya seoptimal mungkin.”
Efendi menggambarkan anak tunanetra sebagai orang yang memiliki klasifikasi kerja mata tidak normal: bayangan benda yang ditangkap oleh mata tidak dapat diteruskan oleh kornea, lensa mata, retina, dan saraf karena suatu sebab, misalnya kornea mata mengalami kerusakan, kering keriput, lensa mata menjadi keruh, atau saraf yang menghubungkan mata dengan otak mengalami gangguan.
Klasifikasi anak dengan gangguan penglihatan menurut Somantri, yaitu: Dalam bidang pendidikan luar biasa, anak dengan gangguan penglihatan tidak saja mereka yang buta, tetapi mencakup juga mereka yang mampu melihat tapi terbatas. Anak-anak dengan gangguan penglihatan ini dapat diketahui dalam kondisi berikut:
1.    Ketajaman penglihatannya kurang dari ketajaman yang dimiliki orang awas.
2.    Terjadi kekeruhan pada mata atau terdapat cairan tertentu,
3.    Posisi mata sulit dikendalikan oleh syaraf otak, dan
4.    Terjadi kerusakan susunan syaraf otak yang berhubungan dengan penglihatan.
Dari pengertian yang disampaikan para ahli, dapat disimpulkan bahwa gangguan penglihatan (ketunanetraan) merupakan suatu keterbatasan penglihatan yang dialami individu baik itu hanya berupa penglihatan terbatas maupun buta total yang mengakibatkan dirinya membutuhkan pelayanan dan pendidikan yang khusus agar perkembangan kognitif, motorik, emosi, sosial dan kepribadian penderita dapat terus berkembang optimal.

B. Ciri-ciri Tunanetra

Karakteristik anak tunanetra menurut Somantri, yaitu: Dikatakan tunanetra bila ketajaman penglihatannya kurang dari 6/21. Artinya, berdasarkan tes, anak hanya mampu membaca huruf pada jarak 6 meter yang oleh orang awas dapat dibaca pada jarak 21 meter yang diukur dengan tes snellen card.

C.1 Karakteristik Anak Tunanetra dalam Aspek Akademis

Menurut Tillman & Obsorg dalam wardani, ada beberapa perbedaan antara anak tunanetra dan anak awas yaitu:
a. Anak-anak tunanetra menyimpan pengalaman-pengalaman khusus seperti anak awas, tetapi pengalaman-pengalaman tersebut kurang terintegrasikan.
b. Anak-anak tunanetra mendapat angka yang hampir sama dengan anak awas dalam hal berhitung, informasi, dan kosa kata, tetapi kurang baik dalam hal pemahaman (comprehension) dan persamaan.
c. Kosa kata anak-anak tunanetra cenderung merupakan kata-kata yang definitif, sedangkan anak awas menggunakan arti yang lebih luas. Contoh, bagi anak tunanetra kata malam berarti gelap atau hitam, sedangkan bagi anak awas, kata malam mempunyai makna cukup luas, seperti malam penuh bintang atau malam yang indah dengan sinar purnama.
Study yang dilakukan oleh Kephart & Schwartz dalam Hidayat, juga menunjukkan bahwa anak-anak yang mengalami gangguan penglihatan yang berat cenderung memperoleh kemampuan berkomunikasi secara lisan, dan mampu berprestasi, seperti anak awas (ada beberapa tes standar). Di lain pihak kemampuan mereka untuk memproses informasi sering berakhir dengan pengertian yang terpecah-pecah atau kurang terintegrasi, sekalipun dalam konsep yang sederhana.
Dengan  demikian, berbagai pendapat diatas menunjukkan bahwa ketunanetraan dapat mempengaruhi prestasi akademik para penyandangnya. Disamping itu peningkatan dalam penggunaan media pembelajaran yang bersifat auditory dan taktil dapat mengurangi hambatan dalam kegiatan akademik siswa. Disamping itu pendengaran merupakan indra mereka yang dapat digunakan untuk mencapai kesuksesan. Kesuksesan yang mereka peroleh karena mereka mempunyai bakat (talented) dalam bidang musik.

C.2 Karakteristik Anak Tunanetra dalam Aspek Pribadi dan Sosial

Beberapa literatur mengemukakan karakteristik yang mungkin terjadi pada anak tunanetra yang tergolong buta sebagai akibat langsung maupun tidak langsung dari kebutaannya adalah:
a. Curiga pada orang lain
Keterbatasan rangsangan visual/penglihatan, menyebabkan anak tunanetra kurang mampu untuk berorientasi pada lingkungannya sehingga kemampuan mobilitasnya pun terganggu.
b. Mudah tersinggung
Pengalaman sehari-hari yang sering menimbulkan rasa kecewa dapat mempengaruhi tunanetra sehingga tekanan-tekanan suara tertentu atau singgungan fisik yang tidak sengaja dari orang lain dapat menyinggung perasaannya.
c. Ketergantungan pada orang lain
Sifat ketergantungan pada orang lain mungkin saja terjadi pada tunanetra. Hal tersebut mungkin saja terjadi karena ia belum berusaha sepenuhnya dalam mengatasi kesulitannya sehingga selalu mengharapkan pertolongan orang lain.

C.3 Karakteristik Anak Tunanetra dalam Aspek Fisik/sensoris dan Motorik/ perilaku

a. Aspek fisik dan sensoris
Dilihat secara fisik, akan mudah ditentukan bahwa orang tersebut mengalami tunanetra. Hal tersebut dapat dilihat dari kondisi matanya dan sikap tubuhnya yang kurang ajeg serta agak kaku. Pada umumnya kondisi mata tunanetra dapat dengan jelas dibedakan dengan mata orang awas. Mata orang tunanetra ada yang terlihat putih semua, tidak ada bola matanya atau bola matanya agak menonjol keluar. Namun ada juga yang secara anatomis matanya, seperti orang awas sehingga kadang-kadang kita ragu kalau dia itu seorang tunanetra, tetapi kalau ia sudah bergerak atau berjalan akan tampak bahwa ia tunanetra.
Dalam segi indra, umumnya anak tunanetra menunjukkan kepekaan yang lebih baik ada indra pendengaran dan perabaan dibanding anak awas. Namun kepekaan tersebut tidak diperolehnya secara otomatis, melainkan melalui proses latihan.
b. Aspek Motorik/Perilaku
        Ditinjau dari aspek motorik/perilaku anak tunanetra menunjukkan karakteristik sebagai berikut:
1. Gerakannya agak kaku dan kurang fleksibel
Oleh karena keterbatasan penglihatannya anak tunanetra tidak bebas bergerak, seperti halnya anak awas. Dalam melakukan aktivitas motorik, seperti jalan, berlari atau melompat, cenderung menampakkan gerakan yang kaku dan kurang fleksibel.
2. Perilaku stereotipee (stereotypic behavior)
Sebagian anak tunanetra ada yang suka mengulang-ngulang gerakan tertentu, seperti mengedip-ngedipkan atau menggosok-gosok matanya. Perilaku seperti itu disebut perilaku stereotipee (stereotypic behavior). Perilaku stereotipe lainnya adalah menepuk-nepuk tangan.
Disamping karakteristik diatas, berikut ini akan dikemukakan aktivitas-aktivitas motorik yang sering ditunjukkan oleh anak kurang lihat (low vision).
1. Selalu melihat suatu benda dengan memfokuskan pada titik-titik benda. Dengan mengerutkan dahi, ia mencoba melihat benda yang ada di sekitarnya.
2. Memiringkan kepala apabila akan memulai melakukan suatu pekerjaan. Hal itu dilakukan untuk mencoba menyesuaikan cahaya yang ada dan daya lihatnya.
3. Sisa penglihatannya mampu mengikuti gerak benda. Apabila ada benda bergerak di depannya, ia akan mengikuti arah gerak benda tersebut sampai benda tersebut tidak tampak lagi.

D. Faktor-faktor Penyebab Ketunanetraan

Menurut Efendi “Penyebab tunanetra terjadi karena adanya faktor endogen (keturunan) dan eksogen (penyakit, kecelakaan dan lain-lain). Pada tahun 1950, banyak penderita tunanetra disebabkan oleh retrolenta fibroplasia (RLF)/ banyaknya bayi lahir prematur.”
Faktor-faktor penyebab ketunanetraan dijelaskan Wardani, yaitu:
1. Faktor internal timbul dalam diri individu (keturunan)
Faktor internal merupakan faktor yang timbul dari dalam individu itu sendiri (intern), yakni sifat genetik yang di bawa individu akibat hasil persilangan yang salah karena terjadi atau terdapat beberapa kelainan, sehingga beberapa fungsi organ-organ tubuh akibat persilangan gen yang salah akan mengakibatkan terganggunya atau menjadi tidak dapat berfungsinya organ-organ tersebut dengan semestinya (tidak optimal). Faktor ini kemungkinan besar terjadi pada perkawinan antar keluarga dekat dan perkawinan antar tunanetra. Karena didalam keluarga memiliki kesamaan gen satu sama lainnya yang memungkinkan gen-gen tersebut membawa sifat suatu penyakit atau kecacatan tertentu. Biasanya gen ini tidak tampak (resesif), namun apabila gen-gen ini (gen pembawa sifat kelainan) tercampur dengan gen yang sehat dan dominan, maka gen pembawa sifat penyakit yang ada akan menjadi tampak. Begitupula dengan perkawinan antar atau salah satu penderita tunanetra yang membawa gen akan mewariskan sifat genetiknya.
Pada umumnya faktor keturunan terdapat pada inti sel dalam bentuk kromosom yang berjumlah 23 pasang, kromosom ini terdiri dari zat yang kompleks yang dinamakan DNA. DNA membentuk gen-gen yang merupakan pembawa sifat bagi setiap karakteristik dalam tubuh. Apabila terjadi kelainan genetik sebagai akibat keturunan dari kedua orang tua atau salah satu maka gen-gen inilah yang intinya akan diturunkan pada generasi berikutnya.
2. Faktor eksternal berasal dari luar individu
Faktor eksternal merupakan faktor yang datang dari luar individu itu sendiri. faktor eksternal juga mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap penyebab terjadinya ketunanetraan. Faktor-faktor ini bisa saja timbul karena kecelakaan atau terserang suatu penyakit.
Penyebab ketunanetraan menurut Wardani yang dikelompokkan pada faktor eksternal, antara lain:
a. Penyakit rubella dan syphilis
Rubella (campak Jerman) merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh virus yang sering berbahaya dan sulit didiagnosis secara klinis. Jika seorang ibu terkena rubella pada usia kehamilan 3 bulan pertama maka virus tersebut dapat merusak pertumbuhan sel-sel pada janin dan merusak jaringan pada mata, telinga, atau organ lainnya sehingga kemungkinan besar anaknya lahir tunanetra atau tunarungu atau berkelainan lainnya.
Penyakit syphilis menyerang alat kelamin, jika terjadi pada ibu hamil maka penyakit tersebut akan merambat kedalam kandungan sehingga dapat menimbulkan kelainan pada bayi.
b. Glaukoma
Glaukoma merupakan suatu kondisi dimana terjadi tekanan yang berlebihan pada bola mata. Hal ini terjadi karena struktur bola mata yang tidak sempurna pada pembentukannya dalam kandungan. Kondisi ini ditandai dengan pembesaran pada bola mata, kornea menjadi keruh, banyak mengeluarkan air mata, dan merasa silau.
c. Retinopati diabetes
Retinopati diabetes merupakan kondisi yang disebabkan oleh adanya gangguan dalam aliran darah pada retina. Kondisi ini disebabkan oleh adanya penyakit diabetes.
d. Retinoblastoma
Retinoblastoma merupakan tumor ganas yang terjadi pada retina dan sering ditemukan pada anak-anak. Gejala yang dapat dicurigai dari penyakit tersebut, antara lain menonjolnya bola mata, adanya bercak putih pada pupil, juling, glaukoma, mata sering merah, atau penglihatannya terus menurun.
e. Kekurangan vitamin A
Kekurangan vitamin A menyebabkan kerusakan pada sensitivitas retina terhadap cahaya dan terjadi kekeringan pada konjungtiva bulbi yang terdapat pada celah kelopak mata, disertai pengerasan dan penebalan pada epitel. Pada saat mata bergerak akan tampak lipatan pada konjungtiva bulbi. Dalam keadaan parah, hal tersebut dapat merusak retina dan apabila keadaan ini dibiarkan akan terjadi ketunanetraan.
f. Terkena zat kimia
Zat kimia seperti etanol dan aseton apabila mengenai kornea akan mengakibatkan kering dan terasa sakit. Asam sulfat dan asam tannat yang mengenai kornea akan menimbulkan kerusakan.
g. Kecelakaan
Benturan keras mengenai saraf mata atau tekanan yang keras terhadap bola mata. Secara klinis, tunanetra kecil sekali kemungkinannya untuk disembuhkan, meskipun ada hal semacam operasi mata, namun ini sering kali sulit untuk berhasil karena adanya penolakan dari tubuh. Oleh karena itu, hal yang dapat dilakukan ialah mencegah terjadinya tunanetra yaitu menghindari faktor-faktor yang sekiranya dapat dihindari seperti menjaga untuk memberi suplai makanan yang bergizi selama masa kehamilan, menghindari kesalahan dalam persilangan gen dengan tidak mengawini saudara yang dekat, serta menjaga hal-hal lainnya seperti kecelakaan fisik maupun kimiawi lainnya.

Post a Comment

0 Comments